Media Asuransi, GLOBAL – Separuh warga India terancam krisis keuangan akibat memilih perlindungan asuransi kesehatan yang terlalu kecil. Sebanyak 51 persen masyarakat bahkan masih keliru memperkirakan biaya pengobatan penyakit kritis tidak lebih dari Rs5 lakh atau sekitar US$5.856.
Dikutip dari Insurance Asia, Selasa, 22 April 2025, temuan ini berdasarkan laporan edisi kedua How India Buys Insurance 2.0 yang dirilis oleh Policybazaar. Laporan itu mengungkap hampir separuh pemegang polis hanya memilih perlindungan senilai maksimal Rs5 lakh, jauh di bawah estimasi biaya pengobatan sebenarnya.
Di wilayah India Selatan, angkanya bahkan lebih tinggi. Sebanyak 66 persen pemegang polis hanya memiliki perlindungan sampai Rs5 lakh. Di sisi lain, 51 persen masyarakat yang belum memiliki polis juga memiliki pemahaman yang salah soal biaya pengobatan penyakit kritis.
|Baca juga: OJK Izinkan Perubahan Nama PT Asia Finance Risk menjadi PT Asia Finance Risk Pialang Asuransi
|Baca juga: BI Tarik Uang Rupiah Lama, Ini Pecahan yang Harus Kamu Tukar Sebelum Akhir April!
Meski demikian, asuransi kesehatan tercatat sebagai tiga besar produk keuangan paling populer bagi 28,3 persen responden, mengungguli investasi di saham, reksa dana, maupun obligasi pemerintah. Namun, produk tradisional seperti emas, deposito tetap, dan properti masih menjadi pilihan utama masyarakat India.
Laporan itu juga menyoroti rendahnya pemahaman soal asuransi jiwa. Sebanyak 47,6 persen responden belum mengetahui apa itu asuransi jiwa berjangka dan manfaatnya. Namun, di tengah minimnya edukasi, industri mencatat pertumbuhan positif.
Adopsi produk asuransi jiwa berjangka naik 18 persen pada tahun fiskal 2024, dibandingkan dengan pertumbuhan rata-rata tahunan hanya dua persen selama lima tahun sebelumnya. Dari mereka yang sudah paham soal produk ini, 56 persen menyatakan niat positif untuk membeli.
Sayangnya, kesenjangan pemahaman masih sangat lebar, terutama dalam memperkirakan kebutuhan finansial keluarga jika pencari nafkah utama meninggal dunia. Sebanyak 87 persen responden yang belum membeli asuransi jiwa masih meremehkan kebutuhan dana keluarga mereka.
|Baca juga: Bertemu Dubes AS, Sri Mulyani Bahas Tarif Trump, APBN, hingga Makan Bergizi Gratis
|Baca juga: Efisiensi Perjalanan Dinas, Elnusa (ELSA) ‘Booking’ Pelita Air
Hanya 13 persen yang menghitung kebutuhan asuransi berdasarkan rekomendasi para ahli, yakni 15 hingga 20 kali dari penghasilan tahunan seseorang.
CEO PB Fintech Sarbvir Singh mengatakan laporan ini menjadi cerminan rendahnya literasi keuangan masyarakat India dalam hal perlindungan asuransi. “Banyak orang lebih memilih menjual aset warisan atau meminjam uang saat krisis terjadi, ketimbang memanfaatkan produk asuransi yang seharusnya bisa menjadi pelindung utama keluarga,” pungkas Singh.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News