Media Asuransi, JAKARTA – Pengamat Asuransi sekaligus DPP Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (Kupasi) Reza Ronaldo menegaskan perusahan asuransi harus segera mengambil langkah cepat dan terukur terkait penanganan klaim asuransi akibat bencana banjir yang terjadi di Sumatra Utara, Sumatra Barat, dan Aceh.
Hal itu lantaran konferensi pers RDKB Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebelumnya menyebutkan potensi klaim asuransi umum akibat banjir di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat hampir menembus Rp1 triliun atau sekitar Rp967,03 miliar. Angka tersebut berasal merupakan total perhitungan dari klaim asuransi properti, kendaraan bermotor, serta asuransi barang milik negara.
“Maka yang menjadi isu bukan hanya membayar klaim, tetapi kecepatan, ketertiban, likuiditas keuangan perusahaan, dan risk control agar tidak menimbulkan krisis reputasi dan operasional,” ujar Reza, kepada Media Asuransi, di Jakarta, Jumat, 12 Desember 2025.
|Baca juga: Banjir Sumatra Berpotensi Picu Klaim Asuransi Hampir Rp1 Triliun, OJK Ungkap Rinciannya!
Reza menekankan industri asuransi umum perlu segera mengaktifkan mekanisme tanggapan bencana atau claim center, selaras dengan arahan OJK. Perusahaan harus membentuk posko klaim, PIC per wilayah, serta kanal khusus seperti hotline dan landing page.
Ia mengatakan perlunya penetapan SLA internal dengan proses klaim 24-48 jam dan mekanisme super cepat. Dirinya mendorong percepatan pemetaan atas polis yang terdampak serta perhitungan estimasi kerugian melalui exposure mapping.
Perusahaan harus mencocokan data area banjir dengan portofolio properti, kendaraan bermotor, engineering, mikro, serta polis pemerintah/BMN untuk perusahaan anggota konsorsium. Output laporan klaim, menurut Reza, harus tersedia dalam 3-5 hari berisi daftar tertanggung terdampak, pemetaan polis, dan pendataan awal kerugian.
Pada aspek layanan, Reza meminta perusahaan asuransi menyederhanakan proses klaim dan menerapkan pendekatan jemput bola. Fast track perlu diberlakukan untuk klaim kecil dan menengah dengan bukti foto, geo tag, serta surat keterangan setempat.
Ia menegaskan pentingnya relaksasi dokumen, terutama jika dokumen hilang atau rusak akibat bencana, diganti dengan surat pernyataan dan verifikasi alternatif. “Hal ini inline dengan imbauan OJK agar dokumen klaim terdampak bencana disederhanakan dan memperkuat layanan serta imbauan dari AAJI agar anggota proaktif dan memberi relaksasi dokumen,” tuturnya.
|Baca juga: OJK Kenakan Denda Rp1,005 Miliar kepada 8 Pihak di Pasar Modal
|Baca juga: OJK Catat Penyaluran Kredit Perbankan Melambat Jadi 7,36% di Oktober 2025
|Baca juga: OJK Sebut 6 Perusahaan Asuransi Masuk Pengawasan Khusus hingga 25 November 2025
Reza juga meminta perusahaan asuransi memastikan kesiapan likuiditas dan memeriksa cadangan klaim. Ia menyarankan dilakukan stress test dengan skenario pembayaran 25 hingga 50 persen dari potensi klaim dalam 30-60 hari. Selain itu, perusahaan perlu mengalokasikan dana klaim dan mempercepat proses pemulihan dari reasuransi.
“Hal ini bertujuan untuk menjaga kemampuan bayar perusahaan asuransi sekaligus untuk menghindari keterlambatan pembayaran klaim kepada tertanggung,” kata Reza.
Selain itu, koordinasi intensif dengan reasuradur, loss adjuster, dan pemerintah daerah dinilai menjadi langkah penting. Reza mengusulkan penyusunan daftar klaim large loss untuk ditangani bersama sejak hari pertama melalui joint survey.
|Baca juga: OJK Sebut Teknologi Digital Jadi Fondasi Penguatan Risiko Industri Asuransi RI
|Baca juga: Ancaman Bencana Alam Masih Tinggi, Asuransi Parametrik Bencana Bisa Jadi Solusi
Perusahaan, tambahnya, juga harus berkoordinasi dengan BPBD/BNPB terkait akses lokasi, data kejadian, dan pembuktian causes of loss, serta menyiapkan laporan berkala kepada OJK. Terkait pengawasan risiko moral, Reza mengingatkan perusahaan asuransi untuk tetap mengontrol potensi fraud tanpa mengorbankan kecepatan layanan.
Ia menilai bencana sering memicu opportunistic claims, sehingga perusahaan perlu menerapkan triase berbasis risiko, sampling audit, dan verifikasi digital. Namun, dirinya menegaskan, hal ini tidak boleh memperlambat klaim.
Terakhir, Reza menekankan pentingnya strategi komunikasi dan menjaga reputasi. Ia mendorong perusahaan memberikan pembaruan harian terkait jumlah laporan klaim, status survei, serta estimasi waktu pembayaran. Proses komunikasi klaim sebaiknya dilakukan satu pintu, misalnya, melalui corporate secretary, untuk menghindari kepanikan publik dan potensi viral negatif.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
