Media Asuransi, JAKARTA – IFG Progress Financial Research menilai kasus Jaminan Pensiun (JP) Indonesia dapat menjadi time bomb yang akan menjadi beban finansial di masa depan bila tidak dibarengi dengan pengelolaan aset yang baik.
Dikutip dari Economic Bulletin-Issue 12 bertajuk jaminan Pensiun (JP) Indonesia: Asset Allocation, Head of IFG Progress, Reza Yamora Siregar dan Research Associate, Rizky Rizaldi Ronaldo menyimpulkan bahwa alokasi aset investasi program dana pensiun merupakan salah satu komponen penting dalam keberlangsungan dan kesuksesan program pensiun tersebut.
Performa tim investasi/internal dari program pensiun menjadi kunci apakah program pensiun tersebut dapat menanggung seluruh liabilitas yang mereka miliki, terlebih ketika struktur demografi peserta program dana pensiun tersebut sudah lanjut usia.
Tidak hanya itu, program dana pensiun juga harus menjamin bahwa persentase tanggungan atau benefit yang diberikan memenuhi ketentuan minimal dari yang sudah ditentukan, yaitu tingkat replacement rate.
|Baca juga: Pengelolaan Investasi Holding Dana Pensiun BUMN Masih Dikaji
Keduanya melihat regulation & policy dan management guidance menjadi dua komponen yang menentukan apakah program dana pensiun dapat mengoptimalkan imbal hasil investasinya. Seperti contoh, pada kasus Jaminan Pensiun (JP) Indonesia, dengan ketetapan POJK, separuh investasi JP terfokuskan pada instrumen Surat Berharga Negara (SBN).
Terlebih lagi, dengan management guidance yang diterapkan, porsi ini menjadi lebih besar lagi hingga mencapai 63,08%. Dengan analisis performa underlying asset yang sudah dibahas di atas, penempatan alokasi akibat regulasi dan arahan manajemen membuat JP tidak dapat mengoptimalkan investasinya.
Arah dan masa depan investasi program dana pensiun merupakan hal yang sangat penting untuk Indonesia kedepannya. Proporsi penduduk yang masih cenderung muda saat ini tidak memberikan beban berat bagi liabilitas JP. Akan tetapi, kedepannya, liabilitas ini akan terus tumbuh dan membesar. “Jika tidak dibarengi dengan pengelolaan aset yang baik, JP dapat menjadi ‘time bomb’ yang akan menjadi beban finansial di masa depan.”
Alokasi Aset
Lebih lanjut, Reza dan Rizky mengatakan alokasi aset dari investasi yang dimiliki oleh program dana pensiun merupakan byproduct atau hasil dari regulation & policy serta management guidance. Dua sub-topik yang telah dibahas di atas akan tercermin dan berdampak besar pada penempatan atau alokasi aset dari setiap program dana pensiun.
Kondisi guidance dan alokasi aset sesungguhnya dari investasi program dana pensiun sembilan negara pembanding dan Indonesia sangat bervariasi. Mulai dari negara yang menempatkan sebagian besar aset nya di instrumen asing seperti New Zealand, hingga negara yang menempatkan proporsi aset yang cukup besar di alternative instrument. Dari berbagai variasi ini, terdapat tiga hal yang dapat disoroti, khususnya terkait alokasi aset Indonesia, yaitu Fixed Income, Equity, dan Bank Deposits.
Untuk Fixed Income, dibandingkan dengan sembilan negara pembanding lainnya, Indonesia merupakan negara yang menempatkan persentase terbesar asetnya pada instrumen Fixed Income. Indonesia menempatkan 63,08% asetnya di instrumen Fixed Income, dibandingkan dengan rata-rata sembilan negara yang bernilai sebesar 24,90% atau hampir sekitar 3X lipat lebih besar.
|Baca juga: Dana Pensiun BUMN Bakal Menginduk ke IFG
Dari sisi Equity dan Bank Deposits, Indonesia menempatkan masing-masing sebesar 13,90% dan 10,62% dari seluruh portfolionya, jauh lebih kecil dibanding alokasi Equity rata-rata tujuh negara pembanding sebesar 22,44% dan satu-satunya negara yang menempatkan asetnya di Bank Deposits.
Dari sisi Foreign Assets, Indonesia menempatkan portofolio di instrumen aset luar negeri sebesar 0% atau tidak ada sama sekali. Hal ini sangat berbanding terbalik dengan negara-negara pembanding yang mempunyai alokasi di aset tersebut. Negara seperti New Zealand dan Jepang bahkan mengalokasikan lebih dari setengah portofolio mereka pada instrumen luar negeri, masing-masing sebesar 61,94% dan 50,14%.
Negara-negara lainnya juga mengalokasikan sejumlah aset yang cukup tinggi, seperti Korea Selatan, Australia, dan Denmark dengan masing-masing sebesar 33,70%, 31,00%, dan 18,00%.
Dalam menganalisis performa aset, penelitian ini menggunakan proxy global bonds & equities serta domestic bonds & equities. Komparasi menunjukkan bahwa selama 10 tahun terakhir (2011-2021), performa global equities secara konsisten, melampaui performa global bonds dengan memberikan annual total return yang lebih tinggi.
Di sisi lain, hasil sebaliknya diperoleh ketika perbandingan dilakukan pada performa annual total return domestic equities dan bonds. Selama 10 tahun terakhir, performa annual total return domestic bonds melampaui equities dalam 7 dari 10 tahun. “Setidaknya dalam 10 tahun terakhir, performa dana pensiun akan lebih optimal jika tim investasi dana pensiun Indonesia menempatkan asetnya di instrument global equities serta domestic bonds,” tulis Reza dan Rizky.
Selanjutnya, penelitian ini juga mengubah konteks komparasi menjadi kelas aset dan lokasi investasi, artinya perbandingkan akan berupa global Vs domestic equities serta global Vs domestic bonds. Pada perbandingan pertama, yaitu antara global dan domestic equities selama 10 tahun terakhir sejak 2011– 2021, global equities menunjukkan performa yang jauh lebih baik dibandingkan dengan domestic equities.
Dengan menggunakan Compound Annual Growth Rate (CAGR), global equities mencatatkan performa 10 tahun CAGR sebesar 16,66%. Hampir sebesar 3X lipat dari hasil yang dicatatkan oleh domestic equities sebesar 2,04%. Artinya, program dana pensiun dapat menghasilkan imbal hasil 8X lebih besar jika memilih global equities dibandingkan dengan domestic equities.
Di sisi lain, hasil yang berbanding terbalik dicatatkan pada kelas aset global dan domestic bonds. Berdasarkan 10 tahun CAGR yang diperoleh dua aset tersebut, domestic bonds mencatatkan performa hampir sebesar 3X lipat lebih besar dari hasil yang diperoleh global bonds. Domestic bonds mencatatkan 10 tahun CAGR sebesar 6,68%, sementara itu, global bonds hanya mencatatkan 10 tahun CAGR sebesar 2,36%.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News