Media Asuransi, JAKARTA – Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sekaligus Ketua Umum Transformasi Digitalisasi Kesehatan (TDK) Setiaji menyoroti rendahnya kesadaran masyarakat terkait pemeriksaan kesehatan dan belum optimalnya pemanfaatan teknologi digital dalam mengatasi fraud.
Ia menilai dua hal ini adalah tantangan mendasar dalam penurunan klaim di asuransi kesehatan. “Pertama kan memang ini sama dengan yang diisukan di BPJS (Kesehatan). Karena lebih ke mindset kesehatan kita dan ini juga urusannya masih terbilang kuratif,” sebut Setiaji, dalam Live Conference Jalin Health, di Jakarta, Rabu, 30 Juli 2025.
|Baca juga: Penyaluran Kredit SMBC Indonesia (BTPN) Sentuh Rp185 Triliun di Semester I/2025
|Baca juga: BPJS Kesehatan Dorong Masyarakat Manfaatkan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Dirinya menjelaskan hal itu terlihat dari tersedianya Program Pemeriksaan Kesehatan atau Medical Check Up (MCU) gratis hingga saat ini masih banyak masyarakat yang menunjukkan ketidakpedulian. Apalagi, tambahnya, dari ratusan juta masyarakat di Indonesia hanya kurang lebih 13 juta masyarakat yang mau berpartisipasi.
“Tentunya ini butuh waktu dan memang baru tahun pertama. Nanti tahun depan bisa jadi kesadarannya lebih tinggi untuk melakukan pengecekan kesehatan,” kata Setiaji.
Dengan informasi kesehatan yang sudah diketahui oleh Kemenkes, lanjutnya, tentunya hal tersebut akan membantu industri asuransi. Bahkan, Setiaji menekankan, kondisi itu harus dilakukan antisipasi oleh tiap pemangku kepentingan.
|Baca juga: Manjakan Nasabah, BCA (BBCA) Umumkan Daftar Penerima Hadiah Gebyar Badan Usaha BCA 2025
|Baca juga: Laba SMBC Indonesia (BTPN) Anjlok 19% Jadi Rp1 Triliun di Semester I/2025
“Nah ini satu hal yang sisi behavior yang harus kita dorong ke individu supaya mereka bisa lebih baik dari sisi kesehatannya,” ungkapnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan, yang juga menjadi tantangan dalam penurunan klaim rasio adalah belum maksimalnya penggunaan digitalisasi. Hal itu terlihat dari masih banyaknya fraud yang terjadi. “Saya yakin di industri swasta juga sama seperti itu. Kalau tidak dengan digital, ini akan masih lebih banyak sisi hal yang harusnya tidak bisa diklaim tapi diklaim,” terang Setiaji.
|Baca juga: Survei Manulife: Masyarakat Indonesia Lebih Mengutamakan Kualitas Hidup daripada Usia Panjang
|Baca juga: Bos BCA (BBCA): Dampak Tarif Resiprokal AS ke Kredit Manufaktur Masih Minim
Klaim yang seharusnya tidak terjadi, tambahnya, bisa dilihat dari sejumlah praktik yang marak terjadi. Misalnya, dirinya memberikan contoh, pembayaran sekian peserta bisa mendapatkan perlindungan dari asuransi, tapi kenyataannya sebenarnya hal itu tidak benar.
“Nah dengan digitalisasi tadi, harusnya bisa memastikan menurunkan tadi rasio klaimnya asuransi,” tutup Setiaji.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News