1
1

Survei Atradius: Minat Pelaku Bisnis Asia Mengasuransikan Piutang Usahanya Meningkat

Media Asuransi, JAKARTA – Survei terbaru dari Atradius mengungkapkan bahwa pelaku bisnis di Asia menghadapi persoalan likuiditas bisnis karena kredit macet Business to Business (B2B) mengalami peningkatan sebesar 60%. Di pihak lain, kondisi ini meningkatkan minat pelaku bisnis untuk mengasuransikan piutang usahanya.

Perusahaan-perusahaan Asia yang berdagang di pasar domestik dan ekspor ini menghadapi biaya yang meningkat tajam untuk mengelola risiko kredit pelanggan secara internal. Masalah menjadi lebih serius ketika utang perdagangan B2B yang belum dibayar lebih dari 90 hari tersebut akan dihapuskan karena tidak dapat ditagih.

Menghadapi situasi ini, pelaku bisnis harus berjuang untuk menemukan penjualan tambahan dalam rangka membantu mengimbangi kerugian dan menghindari tekanan likuiditas. Berdasarkan Atradius Payment Practices Barometer Survey for Asia edisi Juni 2022, kekhawatiran ini terjadi di 7 pasar Asia yaitu China, Hong Kong, India, Indonesia, Singapura, Taiwan, dan Vietnam.

|Baca juga: Perusahaan Asuransi di Taiwan Hentikan Penjualan Asuransi Perjalanan dengan Manfaat Covid-19

Kekhawatiran tertinggi terjadi di Taiwan dengan angka penghapusan utang macet hampir tiga kali lebih tinggi daripada yang ditemukan dalam survei pasar sebelumnya. Saat ini, nilai utang macet yang dihapuskan mencapai 8% dari total nilai faktur B2B.

Pelaku bisnis di Hong Kong dan Singapura juga menyatakan bahwa mereka menerima pukulan serius dari peningkatan penghapusan karena kedua negara mengalami peningkatan rata-rata 50%. Negara lain yang menderita adalah Indonesia dengan peningkatan penghapusan yang dilaporkan sebesar 40%.

Meski demikian, survei juga menunjukkan bahwa sebanyak 20% perusahaan di Asia yang melaporkan peningkatan keinginan untuk memberikan kredit kepada pelanggan B2B. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi pasar saat ini sangat kompetitif dan pelaku bisnis berjuang untuk mendapatkan pendapatan penjualan tambahan yang akan menutup kerugian dari penghapusan kredit macet.

Alhasil, semua permasalahan ini memicu peningkatan kesadaran di antara sebagian besar bisnis yang disurvei tentang pentingnya manajemen risiko kredit strategis dalam perdagangan B2B, untuk mengasuransikan piutang usaha B2B dalam rangka mengurangi dampak risiko kredit pelanggan pada bisnis.

|Baca juga: IIS: Pemerintah Harus Wajibkan Penggunaan Asuransi Syariah

Chief Market Officer Atradius, Andreas Tesch, mengatakan bahwa prospek pertumbuhan di Asia tetap relatif kuat di sekitar 5% pada tahun ini dan 2023. Tetapi banyak bisnis kawasan ini beroperasi di seluruh dunia dalam periode yang sangat tidak menentu saat ini, karena bisnis yang sedang berlangsung terdampak pandemi dan pergolakan geopolitik berarti revisi ke bawah dari prospek pertumbuhan global menjadi hanya di atas 3%.

“Perusahaan-perusahaan di Asia merasakan tekanan dari gangguan yang meluas ini di arena perdagangan global. Menghadapi peningkatan penghapusan piutang tak tertagih dapat menjadi tanda peringatan lingkungan bisnis di bawah tekanan keuangan. Hal ini tentu menjelaskan mengapa kebutuhan akan manajemen kredit strategis yang kuat dipandang sebagai tema penting selama survei kami di seluruh ekonomi utama kawasan,” jelasnya.

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Fitch Afirmasi Peringkat Indonesia BBB Outlook Stabil, Ini Catatannya
Next Post Kredivo Perluas Akses Keuangan & Edukasi Sehat di Wilayah 3T

Member Login

or