Media Asuransi, GLOBAL – Survei terbaru yang dilakukan oleh PwC, bertajuk “2024 Global Digital Trust Insights,” telah mengungkap peningkatan signifikan dalam jumlah bisnis di seluruh dunia yang menjadi korban pelanggaran data yang menyebabkan kerugian lebih dari US$1 juta.
Seperti dilansir dari pemberitaan Reinsurance News, survei tersebut, yang mengumpulkan tanggapan dari 3.800 pemimpin bisnis dan teknologi di 71 negara, menyoroti semakin besarnya tantangan keamanan siber yang dihadapi oleh berbagai organisasi.
Menurut survei tersebut, proporsi bisnis yang mengalami pelanggaran data melebihi US$1 juta telah melonjak dari 27% menjadi 36% dari tahun ke tahun.
Khususnya, industri layanan kesehatan menjadi pihak yang paling terkena dampaknya, dengan 47% organisasi layanan kesehatan melaporkan pelanggaran yang merugikan tersebut.
|Baca juga: Lonjakan Klaim Ransomware Meningkat pada Industri Asuransi Siber
Kerugian rata-rata global akibat serangan siber yang merusak adalah US$4,4 juta, sementara sektor kesehatan menanggung beban yang lebih besar lagi, yaitu US$5,3 juta.
Ukuran sebuah perusahaan juga berperan, karena perusahaan besar dengan pendapatan lebih dari US$10 miliar melaporkan pelanggaran yang menyebabkan kerugian rata-rata US$7,2 juta, sementara perusahaan kecil dengan pendapatan kurang dari US$1 miliar menghadapi kerugian sebesar US$1,9 juta.
Survei ini juga menyoroti bagaimana organisasi memandang AI Generatif, yang menunjukkan perpaduan antara skeptisisme dan kegembiraan. Meskipun 52% responden menyatakan kekhawatirannya bahwa AI Generatif dapat menyebabkan bencana besar serangan siber dalam 12 bulan ke depan, 77% setuju bahwa AI Generatif dapat membantu mengembangkan lini bisnis baru dalam waktu tiga tahun.
Selain itu, 77% responden percaya bahwa AI Generatif dapat meningkatkan produktivitas karyawan pada tahun depan. Khususnya, organisasi-organisasi yang lebih matang dalam inisiatif keamanan sibernya melaporkan lebih banyak manfaat dan lebih sedikit insiden pelanggaran siber yang merugikan. Hal ini menekankan pentingnya langkah-langkah dan kesiapan keamanan siber yang proaktif.
|Baca juga: Premi Asuransi Siber Melonjak 50% Seiring Meningkatnya Serangan Ransomware
Hanya 5% organisasi dalam survei tersebut yang melaporkan penerapan 10 praktik siber yang bersifat defensif dan berwawasan pertumbuhan secara konsisten, sehingga mereka mendapat julukan “Stewards of Digital Trust.”
Organisasi-organisasi ini cenderung memiliki pendapatan melebihi US$5 miliar dan lebih mungkin mengalami pertumbuhan tinggi. Mereka juga lebih optimis terhadap potensi manfaat AI Generatif dan kecil kemungkinannya untuk mengantisipasi bencana serangan siber.
Terlepas dari tantangan global lainnya seperti perubahan iklim dan pandemi Covid-19 yang sedang berlangsung, para pemimpin bisnis dan teknologi menempatkan risiko-risiko terkait digital dan teknologi sebagai prioritas utama mitigasi mereka di tahun mendatang.
Sementara itu, ancaman terkait cloud, serangan terhadap perangkat yang terhubung, dan operasi peretasan dan kebocoran diidentifikasi sebagai ancaman siber teratas.
Untuk mengatasi lanskap dunia maya yang terus berkembang, organisasi berfokus pada strategi akuisisi dan retensi talenta. Para pemimpin menyebutkan peningkatan keterampilan tenaga kerja saat ini, penyeimbangan kembali antara layanan internal dan outsourcing, dan mengidentifikasi kandidat yang cocok sebagai prioritas utama mereka.
Organisasi yang mengalami pelanggaran siber senilai lebih dari US$1 juta sangat khawatir dengan persaingan untuk mendapatkan talenta siber.
Editor: Achmad Aris
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News