Media Asuransi, GLOBAL – Dalam survei terbarunya, perusahaan reasuransi global, Munich Re, telah menyoroti ancaman siber yang terus berkembang bagi perusahaan-perusahaan serta kesenjangan perlindungan yang masih berlanjut. Hal ini menandakan kebutuhan mendesak akan solusi asuransi siber yang memadai guna mengurangi risiko secara efektif.
Dengan lonjakan serangan siber yang terjadi secara global, terutama serangan ransomware dan pencurian data, manajer di berbagai perusahaan semakin khawatir akan kesiapan organisasi mereka dalam menghadapi ancaman digital.
Dilansir dari laman Reinsurance News, Kamis, 16 Mei 2024, hasil survei Munich Re menunjukkan bahwa 87 persen dari semua responden level C melaporkan bahwa perusahaan mereka belum cukup terlindungi dari serangan siber.
|Baca juga: Industri Asuransi Berevolusi Hadapi Ancaman Siber dan Bencana Iklim
Diperkirakan bahwa total premi asuransi siber global mencapai sekitar US$14 miliar pada tahun 2023, dengan proyeksi meningkat hingga US$29 miliar pada tahun 2027.
Survei ini juga mengungkap minat yang meningkat dari perusahaan-perusahaan dalam memanfaatkan solusi asuransi untuk mengurangi risiko siber, dengan 41 persen pembuat keputusan mempertimbangkan asuransi siber.
Menyimpulkan surveinya, Munich Re menyatakan bahwa saat transformasi digital terus membentuk ulang industri global, kebutuhan akan langkah-langkah keamanan cyber yang kuat dan perlindungan asuransi tidak dapat diabaikan.
“Temuan dari Survei Risiko dan Asuransi Cyber Global menjadi panggilan untuk organisasi untuk memprioritaskan ketahanan cyber dan mengadopsi solusi asuransi komprehensif guna melindungi diri dari ancaman yang berkembang,” jelas Munich Re.
Editor: S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News