Media Asuransi, GLOBAL – Tren digitalisasi di sektor asuransi tampaknya mulai kehilangan daya tarik bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UKM) di Hong Kong. Berdasarkan survei terbaru QBE Insurance, 68 persen UKM kini lebih memilih membeli asuransi melalui jalur offline, meningkat dari 57 persen tahun lalu.
Sebaliknya, preferensi terhadap metode daring justru anjlok dari 43 persen menjadi 32 persen. Fenomena ini beriringan dengan semakin turunnya investasi UMKM dalam perlindungan siber. Menurut laporan QBE Insurance, jumlah perusahaan yang berinvestasi dalam solusi keamanan menurun dari 62 persen menjadi 60 persen.
|Baca juga: BNI (BBNI) Naikkan Nilai Buyback Saham Jadi Rp1,5 Triliun
|Baca juga: Orang Tajir China Gunakan Asuransi untuk Jaga Warisan dan Hindari Sengketa
Sementara pelatihan staf keamanan siber turun dari 45 persen menjadi 43 persen. Bahkan, jumlah bisnis yang menggunakan jasa konsultan ketahanan siber juga berkurang dari 42 persen menjadi 36 persen. Namun, tren berbeda justru terlihat dalam aspek perekrutan tenaga ahli keamanan siber dan pembelian asuransi siber.
“Sebanyak 63 persen UMKM yang belum memiliki asuransi siber kini mempertimbangkan untuk membelinya, sementara 11 persen lainnya menolaknya karena merasa biayanya terlalu mahal dan risikonya tidak signifikan,” ungkap QBE Insurance, dikutip dari Insurance Asia, Rabu, 19 Februari 2025.
Di sisi lain, UMKM mulai kembali mengandalkan broker dan bank dalam membeli asuransi. Penggunaan broker naik dari 22 persen menjadi 30 persen, sementara penggunaan layanan perbankan meningkat dari 14 persen menjadi 18 persen.
Sebaliknya, pemanfaatan platform digital seperti agregator daring dan layanan langsung mengalami penurunan, masing-masing dari 22 persen menjadi 16 persen dan dari 21 persen menjadi 16 persen.
Tak hanya soal asuransi, UMKM Hong Kong juga tengah bergulat dengan tekanan finansial. Persentase bisnis yang mengalami kenaikan biaya dan penurunan profitabilitas melonjak dari 40 persen tahun lalu menjadi hampir 60 persen tahun ini.
Masalah lain seperti kesulitan akses pendanaan dan ketatnya arus kas juga makin menghantui, dengan setengah dari responden mengaku terdampak kondisi tersebut. Menghadapi situasi ini, mayoritas UMKM mulai mengetatkan pengeluaran.
|Baca juga: Prabowo Bakal Resmikan Bank Emas Pertama RI di 26 Februari, Cegah Emas Kabur!
|Baca juga: Bank Muamalat Belum Kunjung Listing di BEI, Begini Jawaban Bos OJK!
“Sebanyak 75 persen perusahaan kini memangkas biaya operasional, 45 persen menyederhanakan proses bisnis, dan 42 persen mendiversifikasi produk atau layanan mereka,” kata QBE Insurance.
Meski begitu, optimisme terhadap kondisi ekonomi justru melemah, dengan hanya 64 persen responden yang masih percaya situasi akan membaik, turun dari 70 persen pada survei sebelumnya.
Di tengah ketidakpastian ini, adopsi kecerdasan buatan (AI) dalam bisnis justru menunjukkan peningkatan kecil, dari 55 persen tahun lalu menjadi 57 persen tahun ini. Namun, masih ada kekhawatiran besar soal dampak AI. Sebanyak 47 persen UKM kini melihat AI sebagai ancaman bisnis, meningkat dari 31 persen tahun sebelumnya.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News