Media Asuransi, JAKARTA – Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) akan menyampaikan masukan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait wacana kenaikan modal minimal perusahaan asuransi dan reasuransi. Dua hal pokok yang akan disampaikan adalah mengenai besaran modal minimal dan mengenai batas waktu pemenuhannya.
Ketua Umum DPP AAUI, Budi Herawan, menyampaikan bahwa saat ini pihaknya sedang melakukan kajian data dan evaluasi kinerja perusahaan asuransi 3-5 tahun ke belakang, untuk melihat apakah wacana yang disampaikan OJK ini dapat berjalan sesuai dengan harapan atau tidak. “Kalau dari laporan yang ada, untuk angka Rp250 miliar dalam 5-10 tahun itu berat. Apalagi jika pemegang saham atau pemodal inject modal lagi, waktunya sangat tidak pas karena return in investment-nya sangat kecil,” katanya dalam jumpa pers Kinerja Asuransi Umum Kuartal I/2023, di Jakarta, 30 Mei 2023.
Dia mengakui bahwa wacana peningkatan modal minimal yang disampaikan OJK sangat mengagetkan. “Khususnya di asuransi umum dengan wacana peningkatan modal asuransi umum dari yang ada menjadi Rp500 miliar pada tahun 2026 dan menjadi Rp1 triliun di tahun 2028. Reasuransi menjadi Rp1 triliun di tahun 2026 dan menjadi Rp2 triliun di tahun 2028. Sedangkan di syariah, spin off itu menjadi Rp250 miliar di tahun 2026 dan menjadi Rp500 miliar di tahun 2028,” tuturnya.
|Baca juga: Permodalan Asuransi: Likuiditas, Manajemen Risiko, dan Konsolidasi
Budi menambahkan bahwa asosiasi pada waktu mendengar rencana kenaikan modal minimal ini, tidak ada keinginan untuk menolak apa yang diusulkan regulator. “Namun tentunya kami akan segera menyampaikan tanggapan ke regulator, intensinya apa menaikkan modal seperti itu, mengapa sampai muncul angka-angka tersebut dan dari segi waktunya kok sangat mepet,” jelasnya.
Menurutnya, dari dua kali pertemuan asosiasi dengan anggota, asosiasi minta komitmen dan kesanggupan implementasinya. “Intinya anggota tidak menolak, namun pada satu kesimpulan adalah mengenai konstrain waktu dan nilai besaran peningkatannya berapa. Nah ini yang tadi di awal saya sampaikan kita lagi me-review kinerja tiga tahun terakhir dan mencoba merefleksikannya untuk tiga tahun ke depan seperti apa,” urainya.
Menurut Ketua Umum AAUI ini, industri asuransi umum saat ini menghadapi dua persoalan. Pertama, industri asuransi umum tidak semuanya berada dalam kondisi baik atau sehat sehingga yang menjadi prioritas asosiasi adalah menyehatkan atau mengembalikan hasil underwriting untuk dapat menutup biaya operasional dan beban-beban yang lain.
“Yang pasti kita ingin menyehatkan terlebih dulu industri kita, yang pasti kita tahu bahwa tiga lini bisnis yakni harta benda, kendaraan bermotor, dan asuransi kredit ini sedikit menggerus pendapatan karena biaya akuisisinya tinggi. Kalau lini bisnis asuransi kredit jelas suffer. Properti masih surplus, tetapi sedikit sekali. Asuransi kendaraan bermotor juga begitu. Kalau kita lihat laporan keuangan dalam 3-5 tahun terakhir, laba yang diperoleh asuransi umum lebih ditopang hasil insvestasi. Hal ini nanti juga akan menjadi bagian dari laporan ke regulator,” jelas Budi Herawan.
|Baca juga: Selain Menaikkan Modal, OJK Bakal Bikin Klasifikasi Perusahaan Asuransi
Kedua, AAUI dalam usulannya nanti akan menyampaikan bahwa kalau wacana ini dijadikan POJK, agar dapat diimplementasikan setelah implementasi PSAK 74 atau IFRS 17, karena ini satu mata rantai yang tak terpisahkan. Kita perlu melihat laporan setelah penerapan PSAK 74 ini apakah sebagian (anggota) performance-nya memang memerlukan peningkatan modal, sedangkan di satu sisi ada ketentuan yang menuntut peningkatan modal.
“Itulah hal-hal yang akan kami sampaikan ke OJK, barangkali besok (hari ini-red.). Mengenai batas minimal berapa yang pantas, tentunya kita harus melihat masing-masing perusahaan. Namun hasil kinerja dalam tiga tahun ke belakang tentunya dapat merefleksikan hal itu. Dari pertemuan itu, mayoritas anggota tidak keberatan namun mohon diperjuangkan agar besaran dan konstrain waktunya yang cukup,” kata Budi.
Dia jelaskan bahwa dalam tanggapan AAUI nanti, akan juga disampaikan bahwa peningkatan modal tidak merupakan satu-satunya menjadi faktor asuransi itu menjadi sehat atau menjamin pertumbuhan yang signifikan. Karena asuransi ini tidak berdiri sendiri, tidak stand alone, industri ini merupakan ekosistem, kita ada perusahaan reasuransi yang mendukung perusahaan asuransi umum. Sedangkan perusahaan reasuransi juga ada retrosesinya. Ini satu siklus yang tidak dapat dipisah-pisahkan.
“Kami juga menyiapkan segala sesuatunya dengan satu format yang baik, naskah akademiknya kita siapkan juga untuk dapat memberikan masukan kepada regulator secara utuh. Dibacanya juga enak,” tegasnya.
Editor: S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News