Media Asuransi, GLOBAL – Laporan terbaru Boston Consulting Group (BCG) menunjukkan industri asuransi global berpotensi kehilangan nilai hingga US$160 miliar atau setara dengan sekitar Rp2.698 triliun (kurs Rp16.866 per dolar AS) jika gagal menerapkan kecerdasan buatan (AI) secara menyeluruh.
BCG mencatat meski 85 persen perusahaan asuransi telah memulai proyek berbasis AI, namun hanya 10 persen yang mampu mengimplementasikannya secara luas di seluruh operasional. Padahal, perusahaan yang sukses melakukan skalasi AI tercatat mengalami peningkatan total imbal hasil pemegang saham hingga 20 persen dibandingkan dengan kompetitornya.
|Baca juga: Pemerintah Dinilai Perlu Berikan Insentif hingga Paket Kebijakan Hadapi Tarif AS
|Baca juga: Kebijakan Tarif Resiprokal Donald Trump Tak Berdampak Signifikan Bagi Tugu Insurance
“Skalabilitas AI menjadi pembeda utama antara perusahaan yang maju dan yang tertinggal,” tulis laporan BCG, dikutip dari Insurance Asia, Kamis, 24 April 2025.
BCG memperkirakan pengembangan AI yang terintegrasi, khususnya dalam proses underwriting, dapat menambah nilai hingga US$160 miliar bagi industri asuransi secara global pada 2030. Teknologi ini juga terbukti meningkatkan akurasi underwriting, memperkuat deteksi penipuan, dan mendorong keterlibatan pelanggan.
Namun, untuk bisa memetik manfaat optimal dari AI, perusahaan asuransi perlu memiliki strategi yang jelas dan terarah, eksekusi yang disiplin, serta penguatan talenta di bidang data dan analitik.
|Baca juga: Bank BTPN Syariah (BTPS) Bagi Dividen Tunai Rp265,78 Miliar
|Baca juga: Asuransi dan Dana Pensiun Jadi Pahlawan Baru di Proyek Infrastruktur, Bank Kalah Saing?
Laporan tersebut juga menyoroti perusahaan yang sukses mengadopsi AI secara efektif cenderung berinvestasi 30 persen lebih besar dari pesaingnya, dengan alokasi anggaran tahunan antara US$50 juta hingga US$100 juta.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News