Media Asuransi, GLOBAL – Indonesia Monetary Fund (IMF) mencatat subsidi bahan bakar fosil melonjak hingga mencapai rekor US$7 triliun pada tahun 2022 karena pemerintah memberikan dukungan kepada konsumen dan dunia usaha selama lonjakan harga energi global yang disebabkan oleh invasi Rusia ke Ukraina dan pemulihan ekonomi dari pandemi ini.
Dikutip dari laman resmi IMF, Jumat 2023, ketika dunia berjuang untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celcius dan sebagian Asia, Eropa, dan Amerika Serikat mengalami panas yang ekstrem, subsidi minyak, batu bara, dan gas alam menyebabkan kerugian yang setara dengan 7,1 persen produk domestik bruto global. Jumlah tersebut lebih besar dari pengeluaran pemerintah setiap tahunnya untuk pendidikan (4,3 persen dari pendapatan global) dan sekitar dua pertiga dari pengeluaran mereka untuk layanan kesehatan (10,9 persen).
“Temuan kami muncul ketika World Meteorological Organization mengatakan bulan Juli adalah bulan terpanas yang pernah tercatat, menggarisbawahi kebutuhan mendesak untuk mengekang perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia,” tulis ekonom dan ahli dari IMF yaitu Simon Black, Ian Parry, dan Nate Vernon.
Seperti yang ditunjukkan dalam Chart of the Week, subsidi bahan bakar fosil meningkat sebesar US$2 triliun selama 2 tahun terakhir karena subsidi eksplisit (pembebanan biaya pasokan yang terlalu rendah) meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi US$1,3 triliun. Hal ini berdasarkan makalah baru IMF, yang memberikan perkiraan terkini mengenai subsidi eksplisit dan implisit di 170 negara (biaya lingkungan yang terlalu rendah dan pajak konsumsi yang hilang).
IMF menegaskan mengkonsumsi bahan bakar fosil menimbulkan kerugian lingkungan yang sangat besar—terutama akibat polusi udara lokal dan kerusakan akibat pemanasan global. Sebagian besar subsidi bersifat implisit, karena dampak lingkungan seringkali tidak tercermin dalam harga bahan bakar fosil, terutama batu bara dan solar.
Analisis IMF menunjukkan bahwa konsumen tidak membayar lebih dari US$5 triliun biaya lingkungan pada tahun lalu. Jumlah ini akan menjadi hampir dua kali lipat jika kerusakan iklim dinilai pada tingkat yang ditemukan dalam penelitian terbaru yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah Nature, dan bukan berdasarkan asumsi dasar kita bahwa biaya pemanasan global sama dengan harga emisi yang diperlukan untuk memenuhi sasaran suhu Perjanjian Paris.
Subsidi implisit ini diproyeksikan akan meningkat ketika negara-negara berkembang—yang cenderung memiliki pembangkit listrik, pabrik, dan kendaraan dengan tingkat polusi yang lebih tinggi, serta populasi padat yang tinggal dan bekerja di dekat sumber polusi tersebut—meningkatkan konsumsi bahan bakar fosil ke tingkat negara-negara ekonomi maju.
Jika pemerintah menghapuskan subsidi eksplisit dan menerapkan pajak korektif, harga bahan bakar akan meningkat. Hal ini akan menyebabkan perusahaan dan rumah tangga mempertimbangkan dampak lingkungan ketika mengambil keputusan konsumsi dan investasi. Hasilnya adalah pengurangan emisi karbon dioksida global secara signifikan, udara yang lebih bersih, berkurangnya penyakit paru-paru dan jantung, serta lebih banyak ruang fiskal bagi pemerintah.
“Kami memperkirakan bahwa penghapusan subsidi bahan bakar fosil baik secara eksplisit maupun implisit akan mencegah 1,6 juta kematian dini setiap tahunnya, meningkatkan pendapatan pemerintah sebesar US$4,4 triliun, dan menempatkan emisi pada jalur yang tepat untuk mencapai target pemanasan global. Hal ini juga akan mendistribusikan kembali pendapatan karena subsidi bahan bakar lebih menguntungkan rumah tangga kaya dibandingkan rumah tangga miskin.”
Namun menghapus subsidi bahan bakar bisa jadi rumit. Pemerintah harus merancang, mengkomunikasikan, dan melaksanakan reformasi dengan jelas dan hati-hati sebagai bagian dari paket kebijakan komprehensif yang menekankan manfaatnya. Sebagian dari peningkatan pendapatan harus digunakan untuk memberikan kompensasi kepada rumah tangga rentan atas kenaikan harga energi. Sisanya dapat digunakan untuk memotong pajak atas pekerjaan dan investasi serta mendanai barang-barang publik seperti pendidikan, layanan kesehatan, dan energi bersih.
Dengan menurunnya harga energi global dan meningkatnya emisi, inilah saat yang tepat untuk menghapuskan subsidi bahan bakar fosil secara eksplisit dan implisit, demi bumi yang lebih sehat dan berkelanjutan.
Editor: Achmad Aris
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News