Media Asuransi, JAKARTA — Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai kebijakan moneter pada 2025 yang cenderung ekspansif melalui penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate), belum mampu mendorong pertumbuhan ekonomi secara optimal.
Direktur Pengembangan Big Data INDEF Eko Listiyanto, mengatakan lemahnya transmisi kebijakan moneter disebabkan oleh tertahannya penyaluran kredit ke sektor riil. Kondisi tersebut terjadi seiring tingginya daya tarik instrumen surat utang pemerintah dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) bagi perbankan.
|Baca juga: Pemerintah Menilai Perekonomian Nasional Akhir Tahun 2025 Terjaga Tetap Resilien
“Selama likuiditas perbankan banyak terserap ke instrumen aman seperti SBN dan SRBI, maka kebijakan moneter tidak akan efektif mendorong pertumbuhan sektor riil,” ujar Eko dikutip dari keterangan resminya Rabu, 31 Desember 2025.
|Baca juga: Ekonomi Syariah, Menuju Arus Utama Perekonomian Nasional
Diaa menilai ketidaksesuaian antara target pertumbuhan ekonomi dan target pertumbuhan kredit menjadi salah satu kendala utama dalam mendorong akselerasi ekonomi di atas lima persen.
Eko menambahkan, selama likuiditas perbankan masih terkonsentrasi pada instrumen berisiko rendah, ruang ekspansi kredit ke sektor produktif akan tetap terbatas. Kondisi ini berpotensi menghambat efektivitas kebijakan moneter dalam mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Editor: S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
