1
1

Kinerja Sektor Manufaktur Indonesia pada Mei 2025 Masih Lesu

Jumlah angkatan kerja di Indonesia semakin meningkat. | Foto: setkab.go.id

Media Asuransi, JAKARTA – Sektor manufaktur Indonesia terus mengalami penurunan pada pertengahan menuju triwulan kedua. Output dan permintaan baru terus turun dengan penurunan terkini yang semakin cepat dibandingkan bulan April.

Ekspor juga terus turun pada bulan Mei, sementara kondisi permintaan yang tidak bergerak mendorong perusahaan menahan pembelian dan menyesuaikan inventaris. Kabar baiknya, produsen menunjukkan kenaikan tingkat ketenagakerjaan karena yakin bahwa pertumbuhan akan berlanjut dalam beberapa bulan.

Bukti anekdotal juga menunjukkan bahwa beberapa perusahaan menawarkan diskon sebagai upaya menaikkan penjualan, terlihat dari kenaikan harga pada tingkat rendah. Meskipun biaya input mengalami peningkatan yang lebih tajam.

Headline Purchasing Managers’ Index™ (PMI) Manufaktur Indonesia dari S&P Global tercatat di bawah level 50,0 selama dua bulan berturut-turut pada bulan Mei yang menunjukkan penurunan perekonomian manufaktur pada pertengahan menuju triwulan kedua.

||Baca juga: Sektor Manufaktur Indonesia Terkontraksi di Bawah 50,0 pada April 2025

Indeks headline tercatat di angka 47,4 pada bulan Mei naik dari 46,7 pada bulan April, menunjukkan tingkat penurunan berkurang. Data survei terkini menunjukkan penurunan pada pesanan baru pada bulan Mei. Penurunan kedua dalam beberapa bulan dan yang paling besar sejak bulan Agustus 2021.

Perusahaan sering mengaitkan penurunan dengan permintaan pasar yang tidak bergerak dan penurunan permintaan. Permintaan internasional juga terus menurun, meskipun pada laju yang lebih lambat, dan produsen melaporkan penurunan ekspor khususnya ke AS.

Pesanan baru melemah menyebabkan penurunan berkelanjutan pada tingkat produksi pada bulan Mei. Output turun solid selama dua bulan berturut-turut meski agak berkurang dari bulan sebelumnya.

Menanggapi penurunan operasional, perusahaan mengurangi pembelian input karena aktivitas pembelian turun selama dua bulan berjalan. Perusahaan juga melaporkan upaya mengurangi inventaris pra dan pasca produksi yang mereka gunakan untuk produksi dan menyelesaikan pesanan yang masuk selama permintaan masih tidak berubah. Meski permintaan input menurun, waktu pengiriman rata-rata diperpanjang dalam sembilan bulan karena kondisi cuaca buruk dan penundaan pengiriman.

|Baca juga: BI Yakin Inflasi Terkendali di 2,5±1% pada 2025 dan 2026

Namun demikian, perusahaan percaya diri bahwa masa sulit saat ini akan berlalu dan akan kembali bertumbuh karena kepercayaan diri terkait perkiraan output 12 bulan mendatang menguat dibandingkan bulan April. Terlebih lagi, perusahaan menaikkan ketenagakerjaan sebanyak lima kali dalam enam bulan untuk menyiapkan pemulihan permintaan.

Selain itu, kapasitas tambahan juga membantu perusahaan mengurangi pekerjaan yang belum terselesaikan meski tingkat penurunan membaik sejak April. Dari segi harga, inflasi biaya naik tajam pada bulan Mei, dan menguat untuk pertama kali dalam tiga bulan. Panelis mencatat kenaikan harga bahan baku menyeluruh menyebabkan kenaikan beban biaya.

Akan tetapi, perusahaan berupaya menyerap biaya-biaya ini dan bahkan menawarkan diskon sebagai upaya merangsang permintaan. Akibatnya, harga output naik pada tingkat rendah, yang merupakan tingkat inflasi biaya terendah dalam delapan bulan ekspansi.

Usamah Bhatti, Ekonom S&P Global Market Intelligence, mengatakan ekonomi sektor manufaktur Indonesia menurun pada tingkat sedang pada bulan Mei, penurunan terkuat pada permintaan baru dalam waktu hampir empat tahun menyebabkan penurunan solid pada volume produksi.

“Ekspor juga terus menurun, sementara perusahaan berupaya menyesuaikan inventaris dan tingkat pembelian menanggapi kondisi permintaan yang lemah,” jelasnya dalam rilis dikutip, Selasa, 3 Juni 2025.

Namun demikian, sambung dia, perusahaan yakin periode penurunan ini akan berlalu karena mereka menaikkan tingkat ketenagakerjaan, sementara kepercayaan diri terkait perkiraan 12 bulan output juga menguat. “Sementara itu, beberapa produsen berupaya menawarkan diskon untuk menaikkan penjualan, menyebabkan kenaikan kecil pada biaya meski beban biaya naik.”

Editor: Achmad Aris

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post TBS Energi Utama (TOBA) Catat Pendapatan US$71,5 Juta di Kuartal I/2025
Next Post Profil Setia Budi Tarigan, Direktur FIFGroup yang Namanya Terseret Kasus Kecelakaan Mahasiswa UGM

Member Login

or