Media Asuransi, GLOBAL – Ketegangan geopolitik, seperti perang Israel–Hamas, terus menimbulkan faktor risiko yang signifikan bagi merek. Di era media sosial, boikot merek atas ketegangan geopolitik menjadi semakin umum.
Menurut GlobalData, konsumen di Asia Tenggara lebih cenderung memboikot merek daripada konsumen di sebagian besar pasar lain.
Shravani Mali, Analis Konsumen di GlobalData, menjelaskan beberapa merek terkenal telah terkena dampak negatif oleh konsumen yang memboikot perusahaan yang mereka yakini pro-Palestina atau pro-Israel.
Hal ini dapat dibuktikan melalui Survei Konsumen GlobalData, dimana 48% responden di seluruh dunia sangat/agak setuju bahwa mereka memboikot produk dari merek tertentu karena perang dan konflik baru-baru ini. “Namun, angka ini meningkat secara substansial menjadi lebih dari dua pertiga di Malaysia (70%) dan Indonesia (69%),” katanya dalam riset dikutip, Minggu, 18 Agustus 2024.
|Baca juga: Riset Populix: 65% Muslim Indonesia Dukung Boikot Produk Terkait Israel
Deepak Nautiyal, Direktur Komersial Konsumen dan Ritel, APAC dan Timur Tengah di GlobalData, menambahkan perang yang sedang berlangsung di Palestina memiliki implikasi yang signifikan bagi perusahaan jasa makanan Barat. Misalnya, awal tahun ini, Americana Restaurants International, sebuah perusahaan makanan dan minuman yang mengoperasikan merek seperti KFC, Pizza Hut, dan Krispy Kreme dengan sekitar 2.500 lokasi di seluruh Timur Tengah dan Afrika Utara, memberhentikan sekitar 100 karyawan dan melaporkan penurunan pendapatan sebesar 15% untuk kuartal terakhir tahun 2023.
Mali melanjutkan mengingat situasi saat ini, pendapatan perusahaan yang beroperasi di industri makanan cepat saji, seperti McDonald’s, Starbucks, Burger King, dan Taco Bell telah terdampak oleh perang Israel-Hamas. Starbucks melaporkan penurunan 2% dalam pendapatan bersih konsolidasi pada kuartal II/2024.
“Selain itu, perusahaan-perusahaan Barat juga menghadapi boikot di pasar-pasar Asia Tenggara yang jauh. Misalnya, QSR Brands Holdings Bhd, operator merek KFC dan Pizza Hut di Malaysia, menghentikan sementara operasi di lebih dari 100 gerai KFC karena boikot perusahaan-perusahaan Barat oleh konsumen pro-Palestina,” jelasnya.
Nautiyal menyimpulkan boikot mengubah perilaku konsumen, yang menyebabkan merek menghadapi kondisi pasar yang sulit di tengah lanskap geopolitik yang terus berkembang. Selain itu, mengingat penetrasi media sosial yang meluas, dampak konflik regional menyebar ke luar lingkungan sekitar, seperti yang terlihat dari boikot di Malaysia.
“Perusahaan harus beradaptasi dengan situasi ini dengan meningkatkan strategi manajemen risiko mereka untuk menavigasi kompleksitas tersebut.”
Editor: Achmad Aris
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News