1
1

2 Sisi Mata Uang Koin Nol Emisi Karbon dan Pembangunan Berkelanjutan

Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) menjadi salah satu upaya mengurangi emisi karbon. | Foto: arunapv.com

Media Asuransi, JAKARTA – Pemerintah terus melakukan berbagai macam upaya dalam rangka menekan perubahan iklim dengan harapan memperkuat pembangunan berkelanjutan di Tanah Air. Salah satu yang dilakukan adalah mendorong terjadinya transisi energi dengan menggunakan energi baru terbarukan demi energi bersih dan ramah lingkungan.

Adapun transisi energi menuju energi bersih yang ramah lingkungan merupakan respons Indonesia terhadap masyarakat global. Dalam konteks itu, transisi energi bukan semata-mata hanya permasalahan lingkungan saja, namun lebih jauh lagi untuk menjaga daya saing produk dalam negeri dengan negara lain.

Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana mengatakan pemerintah mempunyai definisi tersendiri terkait transisi energi. Ia mengatakan pemerintah melihat transisi energi adalah suatu kebijakan dari pemerintah untuk merespons apa yang terjadi di global.

|Baca: Premi Asuransi Kendaraan Bermotor Australia Diramal Tembus US$23,9 Miliar

“Jadi kita merespons, global itu inginnya seperti ini. Tujuannya adalah tetap menjaga daya saing kita. Jadi saya memberikan rencananya, sesuatu yang sangat umum untuk semua. Bukan keperluannya ESDM, bukan keperluannya lingkungan saja,” tutur Dadan, dikutip dari laman resmi Kementerian ESDM, Senin, 22 Januari 2024.

Pemanfaatan produk energi bersih dalam proses produksinya akan menjadi sebuah persyaratan masyarakat global dengan konsekuensi pajak lebih tinggi jika dalam proses produksinya menggunakan bahan bakar yang menghasilkan emisi tinggi.

“Kita harus bisa juga bersaing dengan negara-negara lain untuk tetap menjaga market kita, misalkan, di Eropa. Asia sekarang mulai menerapkan prinsip-prinsip energi bersih. Jadi, kira-kira tujuan besarnya seperti itu, jangan dibalik. Justru kita mendorong pemanfaatan energi terbarukan. Kita ingin meningkatkan daya saing kita,” ujar Dadan.

Lebih lanjut, Kementerian ESDM mencatat capaian subsektor Energi Baru dan Terbarukan (EBTKE) di 2023 cukup menggembirakan. Capaian tersebut menunjukkan Indonesia semakin berkomitmen untuk mewujudkan transisi energi menuju energi yang berkelanjutan.

Plt Direktur Jenderal EBTKE Jisman P Hutajulu mengatakan pemerintah berkomitmen untuk terus meningkatkan pemanfaatan EBTKE dalam rangka mewujudkan energi bersih dan berkelanjutan. “Peningkatan pemanfaatan EBTKE merupakan upaya pemerintah mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil dan menjaga kelestarian lingkungan,” ujar Jisman.

|Baca: Laptop ROG Strix G16 (2023) G614

Berdasarkan data Ditjen EBTKE, realisasi kapasitas terpasang pembangkit listrik EBT di 2023 mencapai 13.155 megawatt (MW) atau 13,16 GW, di antaranya berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) sebesar 154,3 MW, Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) (ground mounted, terapung & atap) sebesar 573,8MW.

Kemudian PLT Bio (biomassa, biogas, sampah): 3.195,4 MW, PLTP (panas bumi) sebesar 2.417,7 MW, PLTA sebesar 6.784,2 MW, dan PLT Gas Batu Bara sebesar 30,0 MW. Sedangkan realisasi pemanfaatan biodiesel untuk domestik mencapai 12,2 juta kilo liter (KL) pada 2023. Realisasi tersebut melampaui 114,5 persen dari target yang ditetapkan sebesar 10,65 juta KL.

Sustainable finance hal penting

Di sisi lain, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan sustainable finance merupakan hal yang penting dalam memastikan transisi energi bersih berjalan secara terjangkau dan berkeadilan. Negara-negara di ASEAN, tambahnya, termasuk Indonesia pun seluruhnya berkomitmen mencapai net zero emission.

Ia menegaskan dengan lanskap energi yang sangat kaya baik dari energi fosil yakni minyak, gas, dan batu bara, maupun juga energi terbarukan yaitu panas bumi, air, angin, dan matahari, komitmen Indonesia terus menguat. “Pemerintah Indonesia juga sudah memperkuat Nationally Determined Contribution (NDC) dari 29 persen menjadi 32,1 persen,” ujar Sri Mulyani.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. | Foto: Kemenkeu

Lebih lanjut, dirinya menambahkan, Indonesia bertekad untuk menginspirasi dunia dengan berkomitmen mendukung penanganan krisis iklim global melalui mekanisme transisi keuangan hijau dan kebijakan lainnya. Menurutnya Indonesia sudah mempunyai komitmen mengurangi CO2 dalam NDC.

“Biaya yang kami butuhkan hingga 2030 adalah US$281 miliar. Jadi ini sangat besar dan sangat mahal. Kalau untuk mencapai emisi nol bersih pada 2060, biayanya bisa dua kali lipat, lebih dari US$500 miliar,” kata Sri Mulyani.

Ia menyatakan gambaran kasus nyata yang sedang dilakukan Indonesia yaitu upaya memensiundinikan 660 megawatt Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Untuk mengimplementasikan agenda uji coba tersebut, terdapat banyak tantangan, terutama dari segi pembiayaan. Peranan blended finance menjadi sangat penting mendukung terwujudnya transisi energi.

|Baca: Yuk Kenali Istilah Saham Blue Chip untuk Investasi Jangka Panjang!

“Di Indonesia, kita punya (proyek pembangkit listrik) 35 ribu megawatt, 60 persen berbasis batu bara. Peran blended finance, dalam hal ini filantropi, swasta, Multilateral Development Bank, termasuk dengan uang negara dan BUMN menjadi sangat penting untuk dapat mewujudkan komitmen ini,” ujar Menkeu.

SMI Tunjukkan Taring

Berangkat dari berbagai macam upaya yang dilakukan pemerintah terutama sejumlah kementerian untuk mencapai nol emisi karbon atau Net Zero Emission (NZE), PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) (PT SMI) menyatakan siap menunjukkan taringnya. SMI menegaskan kesanggupannya mendukung percepatan transisi energi di Indonesia

Di antara yang dilakukan adalah menjalin kerja sama dengan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) (PLN) dan Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB). Kerja sama tersebut menunjukkan komitmen ketiganya untuk mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca Indonesia, seperti tertuang dalam dokumen NDC, berdasarkan Paris Agreement.

PT Sarana Multi Infrastruktur. | Foto: ptsmi.co.id

Kemitraan ini bertujuan memfasilitasi transisi Indonesia dari sumber energi konvensional ke sumber energi alternatif terbarukan dan berkelanjutan. “PT SMI memiliki mandat dan wewenang untuk berkolaborasi dengan berbagai institusi dan pemangku kepentingan untuk mengembangkan kerangka pembiayaan dan investasi,” kata Direktur Utama SMI Edwin Syahruza.

Hal itu, jelas Edwin, guna memberikan dukungan terhadap proyek-proyek energi ramah lingkungan. Kemitraan antar pemangku kepentingan diperlukan untuk bersama-sama mendorong transisi energi di berbagai sektor kerja sama, antara lain sosial, lingkungan, teknologi, dan pembiayaan.

“Melalui upaya bersama ini, kami yakin dalam waktu dekat, kita dapat memiliki energi bersih yang berkelanjutan, adil, dan terjangkau,” tegasnya.

Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menilai dukungan pembiayaan tentu sangat penting guna mendukung percepatan transisi energi di Indonesia. Kemitraan yang terjalin tentu dapat mewujudkan komitmen PLN dalam upaya meningkatkan porsi energi terbarukan ke bauran energi di Indonesia.

|Baca: Intip Kisah Penjual Makanan Pedas yang Cuan Ratusan Juta via Tokopedia

Sementara itu, sebagai bagian dari kolaborasi, AIIB bermaksud memberikan pendanaan jangka panjang untuk mendukung upaya Pemerintah Indonesia dalam mengoperasionalkan transisi menuju energi rendah karbon. Pembiayaan ini akan melengkapi upaya nasional dan multilateral yang sudah ada, seperti Just Energy Transition Partnership (JETP).

Selanjutnya, SMI, AIIB, dan PLN akan menjajaki peluang untuk persiapan proyek, knowledge sharing, capacity-building, dan bantuan teknis di bidang transisi energi. Dengan saling memanfaatkan keahlian teknis dan sumber daya keuangan masing-masing, ketiga institusi sepakat untuk mempercepat penerapan teknologi energi ramah lingkungan.

Pasang mode kebut

Tak berhenti sampai di situ, SMI sebagai Special Mission Vehicle terus memasang mode kebut untuk memacu transisi energi di Indonesia guna terciptanya bebas emisi di Indonesia. Pada aspek itu, yang dilakukan yakni juga menandatangani kerja sama dengan United Nations Office for Project Services (UNOPS) Southeast Asia Energy Transition Partnership (ETP).

ETP dan SMI berkomitmen mengembangkan transisi energi serta pembiayaannya di Indonesia, yang akan melibatkan institusi pemerintah, industri, dan investor global. Kerja sama ini mencakup kegiatan penelitian bersama, berfokus transisi energi beserta aspek keuangannya, dengan tujuan memberikan wawasan dan pengetahuan untuk mendorong solusi inovatif.

Selain itu, kedua pihak akan memfasilitasi dialog dalam berbagai forum, konferensi, dan seminar, serta memastikan pertukaran ide tentang kebijakan strategis. SMI dan ETP juga akan bertindak sebagai perantara untuk memfasilitasi investasi di infrastruktur hijau, mengidentifikasi mekanisme transisi energi, dan menyediakan fasilitas persiapan proyek.

“Untuk meningkatkan kesiapan proyek transisi energi beserta aspek pembiayaannya di Indonesia,” ucapnya.

Guna menyokong pembangunan berkelanjutan, SMI terlihat memang terus tancap gas. Hal itu juga dilakukan melalui penerbitan obligasi senilai Rp1 triliun. Penerbitan obligasi ini adalah rangkaian penawaran umum berkelanjutan obligasi berkelanjutan III Sarana Multi Infrastruktur dengan target penghimpunan dana Rp20 triliun sejak 2022.

Dalam penawaran tahap IV ini, SMI membagi obligasi dalam dua seri yakni seri A berjangka waktu 370 hari dengan nilai pokok penerbitan Rp400 miliar dan memberi bunga 6,45 persen per tahun. Untuk seri B dirilis dengan nilai pokok Rp600 miliar memberi bunga tetap 6,7 persen untuk tenor tiga tahun. Obligasi ini mendapat peringkat idAAA dari PT Pefindo.

Manajemen SMI membeberkan bahwa penawaran umum obligasi dilakukan 8-11 Desember, penjatahan 12 Desember, pengembalian uang dan distribusi dilakukan pada 14 Desember 2023. Sementara pencatatan obligasi di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 15 Desember.

|Baca: Budi Tambubolon: Berharap POJK 20/2023 Dapat Diterapkan Semua Pihak

Hasil perolehan obligasi ini akan digunakan untuk pembiayaan proyek infrastruktur. Kegiatan pembiayaan yang dimaksud mencakup infrastruktur transportasi, jalan, sumber daya air dan irigasi, air minum, sistem pengelolaan air limbah terpusat dan lainnya.

Membangun negara makmur dan berkelanjutan

Di sisi lain, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan komitmen Indonesia dalam membangun negara makmur dan berkelanjutan dengan perekonomian inklusif. Untuk mencapai hal tersebut, Presiden menyatakan, bakal terus bekerja keras mencapai nol emisi karbon sebelum 2060.

Presiden RI Joko Widodo. | Foto: tangkapan layar youtube @sekretariat Presiden

“Sekaligus menikmati pertumbuhan ekonomi yang tinggi, kemiskinan, dan ketimpangan yang terus diturunkan secara signifikan, serta lapangan kerja yang terus tercipta,” ujar Jokowi.

Kepala Negara pun juga menyampaikan komitmen Indonesia dalam memperbaiki pengelolaan Forest and Other Land Use (FOLU), serta mempercepat transisi energi menuju energi baru terbarukan. “Dalam hal pengelolaan FOLU, Indonesia terus menjaga dan memperluas hutan mangrove serta merehabilitasi hutan dan lahan,” katanya.

Dalam hal transisi energi, Presiden mengungkapkan, Indonesia juga terus berupaya mempercepat pengembangan energi baru terbarukan. “Pengembangan energi baru terbarukan terutama energi surya, air, angin, panas bumi, dan arus laut, serta pengembangan biodiesel, bioetanol, dan bioavtur juga makin luas,” tegasnya.

Lebih lanjut, dalam rangka mewujudkan komitmen tersebut, Presiden mengundang sejumlah pihak seperti mitra bilateral, investasi swasta, filantropi, dan negara sahabat untuk menjalin kolaborasi pendanaan dalam mewujudkan nol karbon emisi pada 2060.

“Target Paris agreement and net zero emission hanya bisa dicapai jika kita bisa menuntaskan masalah pendanaan transisi energi ini. Dari situ lah masalah dunia bisa diselesaikan,” pungkasnya.

Editor: Angga Bratadharma

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Nilai Pendanaan Venture Capital (VC) di China Turun 27,4% pada 2023
Next Post Target Tahunan Asuransi Sosial hingga Kesehatan VSS Lampaui Target

Member Login

or