Media Asuransi, JAKARTA – Anggota DPR RI Abdul Fikri Faqih dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menilai kinerja APBN 2024 secara umum menunjukkan hasil positif, namun masih menyisakan sejumlah catatan serius, terutama terkait peningkatan beban utang, kualitas pertumbuhan ekonomi, serta optimalisasi belanja sektor strategis.
Di sisi lain, dirinya menyampaikan apresiasi atas opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang diberikan BPK RI terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2024. Namun, ia menegaskan, opini tersebut tidak berarti bebas masalah.
|Baca juga: Great Eastern Bantah Langgar Aturan Akuisisi dalam Penawaran OCBC
|Baca juga: Kalahkan Bezos dan Zuckerberg, Larry Ellison Kini Orang Terkaya Nomor 2 Dunia!
“BPK RI tetap menemukan sejumlah kelemahan Sistem Pengendalian Intern dan ketidakpatuhan terhadap peraturan. Kami mendesak pemerintah menindaklanjuti rekomendasi BPK agar temuan yang sama tidak terus berulang,” ujarnya, dikutip dari keterangan tertulisnya, Rabu, 9 Juli 2025.
Lebih lanjut, ucapnya, Fraksi PKS memberi perhatian khusus pada tren peningkatan rasio utang pemerintah terhadap PDB yang naik menjadi 39,81 persen pada akhir 2024, dari sebelumnya 39,21 persen. Tak hanya itu, posisi utang SBN jangka pendek juga melonjak hingga 98,71 persen secara tahun ke tahun (yoy).
Abdul Fikri mengingatkan kenaikan ini berimplikasi pada semakin besarnya beban pembayaran bunga utang, yang pada 2024 tercatat mencapai Rp488,43 triliun, naik 11,04 persen dari 2023. Dengan demikian, 19,57 persen belanja pemerintah pusat kini terserap hanya untuk bunga utang, mempersempit ruang fiskal bagi program kesejahteraan rakyat.
Dari sisi makroekonomi, F-PKS memandang realisasi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,03 persen pada 2024 masih di bawah target 5,2 persen. Tingkat inflasi nasional yang sangat rendah yakni 1,57 persen, bahkan sempat mengalami deflasi lima bulan berturut-turut, menurut Abdul Fikri, perlu dicermati.
“Kami khawatir ini bukan sekadar inflasi terkendali, tetapi juga sinyal pelemahan daya beli masyarakat yang memukul permintaan industri serta serapan tenaga kerja,” tegasnya, dalam agenda Rapat Paripurna DPR RI ke-23 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2024-2025 di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta.
Di sektor pendidikan, F-PKS menyoroti realisasi belanja pendidikan yang hanya Rp569,08 triliun atau 85,1 persen dari pagu, serta rendahnya komponen pembiayaan pendidikan yang hanya 19,48 persen dari alokasi. Abdul Fikri menilai hal ini menunjukkan perencanaan anggaran yang belum sepenuhnya money follow program.
|Baca juga: Kerja Sama BRICS Diperkuat, BI Tekankan Pentingnya Koordinasi dan Transparansi Global
|Baca juga: Asia Pramulia (ASPR) Resmi Melantai di BEI, Siap Tingkatkan Daya Saing di Kancah Nasional
Sementara untuk dana desa, F-PKS mengapresiasi capaian 99,9 persen dari total alokasi Rp71 triliun. Namun, pihaknya juga meminta agar pola earmarked seperti BLT Desa, program stunting, pangan, dan non-earmarked terus disempurnakan untuk memperlancar penyaluran program prioritas.
F-PKS juga mendorong pemerintah memperkuat daya saing industri nasional melalui kebijakan fiskal dan perdagangan yang mendukung ekspor serta substitusi impor, sekaligus memberikan insentif nyata bagi UMKM.
“Surplus neraca perdagangan yang terus tertekan akibat impor harus segera direspons melalui kebijakan pengendalian impor strategis dan penguatan industri lokal,” papar Abdul Fikri.
|Baca juga: Tok, Komisi XI DPR Sepakat Defisit RAPBN 2026 di Angka 2,53%
|Baca juga: BRI Finance Siap Berkontribusi dalam Akselerasi Transformasi BRI Group
Terakhir, Abdul Fikri menegaskan APBN 2024 memiliki posisi yang sangat strategis karena menjadi tahap akhir pelaksanaan RPJMN 2020-2024 sekaligus fondasi bagi pemerintahan baru di bawah Presiden Prabowo Subianto untuk mencapai visi Indonesia Maju 2045.
“Pandangan Fraksi PKS ini kami harap dapat menjadi perhatian pemerintah dan dibahas lebih mendalam pada tahapan berikutnya,” pungkasnya.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News