Media Asuransi, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan otoritas terkait terus mendorong peningkatan pemanfaatan Central Counterparty (CCP) oleh para pelaku pasar keuangan.
Kehadiran CCP yang berperan sebagai pihak perantara atau lawan transaksi dalam kegiatan di pasar uang dan pasar valuta asing (PUVA) dinilai mampu mengurangi berbagai risiko, mulai dari risiko kredit, risiko likuiditas, hingga risiko pasar.
Pemanfaatan CCP juga diyakini dapat meningkatkan efisiensi dan likuiditas pasar serta memperluas partisipasi pelaku pasar. Hal ini menjadi salah satu upaya strategis dalam mendukung pendalaman pasar keuangan nasional dan menjaga stabilitas sistem keuangan secara berkelanjutan.
|Baca juga: OJK Nilai Target IHSG 8.000 dari BEI Realistis, tapi Ingatkan Risiko Ini
|Baca juga: Menuju Maybank Marathon 2025, Semangat Para Pelari Dijaga Lewat Road To Maybank Marathon
Implementasi CCP ini mengacu pada amanat dalam Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) dan juga merupakan bagian dari mandat reformasi pasar derivatif OTC yang diinisiasi oleh G20.
Dalam rangka mendorong pemanfaatan CCP secara lebih optimal pada transaksi PUVA, BI menggelar seminar nasional bertajuk ‘Pendalaman Pasar Keuangan dan Penguatan Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia melalui Peningkatan Pemanfaatan Central Counterparty di Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing‘ yang diselenggarakan di Jakarta.
Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti menyampaikan BI berkomitmen kuat untuk memperluas implementasi dan penguatan peran CCP. Saat ini, tren transaksi yang sudah dikliringkan melalui CCP memang terus meningkat, namun masih terbuka ruang yang luas untuk peningkatan lebih lanjut dalam rangka memperdalam pasar keuangan nasional.
Peningkatan ini juga sejalan dengan perkembangan nilai transaksi harian di pasar valuta asing yang mengalami pertumbuhan signifikan. Bila sebelumnya pada 2020 nilai rata-rata harian transaksi hanya berada di kisaran US$3–4 miliar maka pada 2025 telah melonjak menjadi US$10 miliar per hari. Penegasan komitmen ini diwujudkan dalam tiga hal.
“Pertama, BI didukung mitra utama perbankan memperkuat permodalan CCP untuk meningkatkan keyakinan pelaku pasar serta mendukung keberlangsungan CCP sebagai infrastruktur pasar keuangan sistemik,” ujar Destry, dikutip dari keterangan resminya Rabu, 6 Agustus 2025.
Kedua, lanjutnya, BI memasukkan pengembangan CCP pada Blueprint Pendalaman Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing (BPPU) 2030, yang diintegrasikan dengan pengembangan aspek produk, harga, dan pelaku pasar keuangan. Ketiga, BI terus berkoordinasi dengan otoritas terkait dan industri.
Koordinasi intensif BI dilakukan dengan otoritas domestik termasuk OJK selaku otoritas yang mengatur perbankan dan margin untuk Non-Centrally Cleared Derivatives (NCCD), The International Swaps and Derivatives Association (ISDA), serta otoritas jurisdiksi lain seperti Eropa, Inggris, AS, dan Jepang guna memperoleh status recognized CCP dari yurisdiksi asing.
Koordinasi dan sinergi juga terus dilakukan dengan pelaku pasar dan asosiasi perbankan antara lain Asosiasi Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing Indonesia (APUVINDO).
Penguatan dan pengembangan CCP di Indonesia merupakan bentuk koordinasi kebijakan dalam kerangka twin-peak regulation antara BI dan OJK sebagai upaya penguatan infrastruktur pasar keuangan yang mendukung ketahanan stabilitas sistem keuangan Indonesia.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi menegaskan kehadiran CCP semakin krusial dalam mengurangi risiko sistemik melalui fungsi manajemen risiko CCP, netting, dan penjaminan penyelesaian transaksi derivatif.
“OJK telah menerbitkan serangkaian ketentuan teknis yang tidak hanya memberikan kepastian bagi perbankan dalam perlakuan modal dan risiko, tetapi juga mendorong preferensi institusi keuangan untuk menggunakan CCP yang memenuhi kualifikasi (qualifying CCP) demi efisiensi dan mitigasi risiko sistemik,” ujar Inanrno.
|Baca juga: Fenomena Rohana-Rojali Merebak, Bos OJK Ungkap Biang Keroknya!
|Baca juga: OJK Pede Kesepakatan Tarif AS-RI Bawa Angin Segar untuk Sektor Keuangan Indonesia
Penerapan CCP secara luas oleh pelaku pasar didukung keterlibatan aktif bank-bank anggota, akan menjadi fondasi bagi pengembangan pasar derivatif keuangan Indonesia yang lebih dalam dan kredibel.
OJK berkomitmen untuk memperkuat kerangka koordinasi bersama BI melalui harmonisasi regulasi dan pengawasan terhadap PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) dengan mengacu pada Principles for Financial Market Infrastructure (PFMI) sebagai rujukan bersama.
“Selain itu, OJK berkomitmen untuk memperluas pemanfaatan CCP demi pasar keuangan yang lebih kuat, inklusif, dan siap menghadapi dinamika keuangan global,” tutup Inarno.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News