Media Asuransi, JAKARTA — Pemerintah mengungkap dinamika ketidakpastian global kian memengaruhi perekonomian nasional, termasuk tertahannya pemasukan Devisa Hasil Ekspor (DHE) Indonesia akibat perubahan sikap pembeli internasional.
Fenomena ini menjadi sorotan Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Susiwijono Moegiarso, yang mengaku kaget dengan efek domino dari kebijakan luar negeri beberapa negara besar. Ia menyebut ketegangan geopolitik global, seperti perang Rusia-Ukraina dan konflik Iran-Israel telah berdampak langsung pada perekonomian Indonesia.
|Baca juga: Pemerintah Minta Tarif AS ke Indonesia Jangan Dilihat seperti Skor Sepak Bola
|Baca juga: Sesmenko Susiwijono Sebut Tidak Ada Pengiriman Data Pribadi WNI ke AS
“Terutama urusan supply chain, urusan biaya logistik, dan urusan banyak hal yang terkait dengan bagaimana komponen harga barang menjadi lebih mahal,” ungkapnya, dalam sebuah forum di Jakarta, Selasa, 29 Juli 2025.
Ia juga menyoroti penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi global dan volume perdagangan internasional yang bisa berimbas serius pada perekonomian domestik. Salah satu hal yang mencuat ialah penundaan pembayaran dari pembeli luar negeri atas ekspor Indonesia, termasuk dalam laporan DHE.
“Saya baca detail tadi pagi, diskusi panjang dengan BI, dengan teman-teman Kemenkeu, Bea Cukai, semuanya. Konfirmasi betul, uang hasil ekspor kita, masuknya pun juga mulai, itu kan siklus ekspor itu kan panjang. Mulai realisasinya sekarang, pembayarannya itu kalau laporan DHE itu paling lambat akhir bulan ketiga baru boleh,” jelas Susiwijono.
|Baca juga: Tenang, LPS Jamin 99,94% Tabungan Masyarakat Indonesia di Bank Umum!
|Baca juga: Jualan di Shopee & Tokopedia Bakal Kena Pajak! Sri Mulyani Buka Suara
Dirinya mengakui pola pikir selama ini tentang dampak global hanya terbatas pada ekonomi makro dan perdagangan, namun kini menyentuh perilaku pelaku bisnis internasional yang berubah drastis. “Saya baru ngeh tadi pagi, ‘lho jadi begini’. Tapi ini catatan saja, artinya tantangan global kita tidak mudah,” ucapnya.
Lebih lanjut, ia menyinggung ketimpangan besar antara Indonesia dengan negara-negara besar lain dalam hal komitmen investasi dan pembelian produk dari Amerika Serikat. Ia mencontohkan bagaimana Jepang dan Uni Eropa diwajibkan untuk berinvestasi ratusan miliar dolar AS ke Amerika sebagai bentuk kerja sama dagang yang tidak seimbang.
“Tiba-tiba kemarin, Trump ketemu dengan Ursula Von Der Leyen, Presiden Komisi EU. Ternyata EU lebih besar lagi, diharuskan beli produk Amerika 750 miliar dolar AS, diwajibkan investasi 600 dolar AS. Jadi totalnya 1.350 miliar dolar AS, itu angka yang luar biasa,” ujar Susiwijono.
|Baca juga: 7 Rekomendasi CORE Indonesia untuk Percepat Pemulihan Ekonomi RI
|Baca juga: Genjot Kinerja, OJK Terus Pelototi Spin Off Perbankan dan Asuransi Syariah!
Susiwijono menyebutkan pemerintah terus mewaspadai efek kebijakan luar negeri negara-negara besar terhadap stabilitas perekonomian nasional, termasuk menyiapkan berbagai langkah antisipatif lintas sektor. Koordinasi antara Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan lembaga terkait lainnya terus dilakukan untuk menjaga aliran devisa dan stabilitas ekonomi makro.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News