Media Asuransi, JAKARTA – Nilai ekspor minyak atsiri Indonesia pada 2024 mencapai US$259,54 juta. Dari jumlah tersebut, minyak nilam menjadi kontributor utama dengan nilai ekspor mencapai US$141,32 juta atau sekitar 54 persen.
Selain nilam, produk atsiri lainnya seperti minyak cengkeh, pala, cendana, dan sereh wangi juga turut mendongkrak kinerja ekspor nasional. Industri minyak atsiri di Tanah Air tersebar dari Aceh hingga Papua, ditopang oleh lebih dari 3.000 unit penyulingan dan menyerap lebih dari 200 ribu tenaga kerja.
|Baca juga: Apple Lirik Batam! RI Siap Bangun Pusat Industri AI di Kepulauan Riau
“Ini bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga soal pemberdayaan masyarakat,” ujar Inspektur Jenderal Kementerian Perindustrian M Rum saat mewakili Menteri Perindustrian, dalam keterangan resminya yang dikutip Jumat, 11 Juli 2025.
Potensi besar industri minyak atsiri nasional ditopang oleh keanekaragaman hayati dan warisan pengetahuan lokal yang telah terbentuk selama berabad-abad. Dari 97 jenis tanaman atsiri yang dikenal di dunia, sekitar 40 jenis tumbuh subur di Indonesia, dan setidaknya 25 jenis dibudidayakan secara komersial seperti nilam, sereh wangi, cengkeh, pala, hingga kenanga.
“Keanekaragaman ini menjadi modal penting bagi Indonesia untuk tampil sebagai pemimpin global dalam industri minyak atsiri. Dengan dukungan kondisi agroklimat dan warisan budaya yang kuat, kita memiliki fondasi kokoh untuk membangun industri atsiri yang berdaya saing tinggi,” ujarnya.
Data global mencatat Indonesia menempati peringkat kedelapan sebagai eksportir minyak atsiri dunia, dengan kontribusi sebesar 4,12 persen terhadap pasar global. Namun, sebagian besar produk yang diekspor masih berupa bahan baku mentah.
“Oleh karena itu, pentingnya penguatan hilirisasi sebagai strategi kunci untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing industri dalam negeri,” imbuhnya.
|Baca juga: BNI (BBNI) Luncurkan Wondr Multicurrency Demi Dukung Nasabah Jadi Global Citizen
|Baca juga: Saham Allo Bank (BBHI) Melonjak Usai Indra Utoyo Mundur dari Posisi Dirut
Plt Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika menyampaikan tren global menunjukkan permintaan yang terus meningkat terhadap produk berbasis bahan alami dan berkelanjutan.
Industri kosmetik alami, aromaterapi, pangan, hingga health and wellness menjadi pasar potensial yang terus tumbuh, bahkan mencatatkan kenaikan sebesar 10 persen secara global pada 2024. “Komoditas seperti nilam dan cengkeh dari Indonesia telah menjadi bagian penting dalam industri parfum dan gaya hidup sehat dunia,” ujarnya.
Meski demikian, industri atsiri nasional masih menghadapi berbagai tantangan seperti minimnya diversifikasi produk hilir, keterbatasan bahan baku berstandar, akses pasar global, serta perlunya penguatan sumber daya manusia.
Sebagai upaya menjawab tantangan tersebut, Kemenperin menggulirkan sejumlah kebijakan strategis, antara lain menjadikan industri atsiri sebagai sektor prioritas dalam RIPIN, pemberian insentif fiskal untuk investasi dan hilirisasi, penyusunan regulasi mutu seperti SNI dan SKKNI, perbaikan rantai pasok, dan pembangunan database atsiri nasional berbasis web.
|Baca juga: Asuransi Kesehatan Dinilai Paling Menguntungkan oleh Masyarakat, Ini Alasannya!
|Baca juga: Begini Cara BTN (BBTN) Dukung Pertumbuhan Sektor Perumahan dan Ekonomi Lokal
Salah satu langkah konkret yang digelar Kemenperin adalah pelaksanaan Aromatika Indofest 2025 pada 9–11 Juli 2025. Acara ini mengusung tema ‘Aroma Nusantara: Wangi Alami, Karya Anak Negeri’ dan menampilkan berbagai kegiatan mulai dari pameran produk atsiri dari hulu hingga hilir, talkshow, workshop, hingga kompetisi parfum berbasis bahan lokal.
“Aromatika Indofest bukan hanya ajang pameran, tetapi juga forum kolaborasi lintas sektor untuk memperkuat ekosistem industri atsiri nasional,” pungkas Putu.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News