Media Asuransi, TANGERANG – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan partisipasi masyarakat Indonesia dalam program dana pensiun masih rendah. Dari sekitar 144 juta angkatan kerja, baru sekitar 23,6 juta pekerja yang tercatat sebagai peserta program pensiun wajib.
Direktur Pengembangan Dana Pensiun, Asuransi, dan Aktuaria Kemenkeu Ihda Muktiyanto dalam sambutannya di acara Indonesia Pension Fund Summit (IPFS) di Hotel Tentrem, Tangerang, Kamis, 23 Oktober 2025, mengatakan rendahnya kepesertaan tersebut menggambarkan masih lemahnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya jaminan hari tua.
|Baca juga: 2 Pejabat Antam Dipanggil KPK, Manajemen Tegaskan Dukung Penegakan Hukum
|Baca juga: OJK Komitmen Dorong Manajer Investasi segera Dirikan DPLK, Sudah Tahap Apa?
“Dari sekitar 144 juta angkatan kerja di Indonesia, baru sekitar 23,6 juta yang tercatat sebagai peserta program pensiun wajib. Hal ini mengindikasikan mayoritas pekerja kita, khususnya di sektor informal dan UMKM, masih menghadapi risiko cukup besar ketika memasuki masa pensiun karena tidak terlindungi oleh jaminan pensiun yang memadai,” ungkap Ihda.
Selain tingkat kepesertaan yang masih rendah, Ihda juga menyoroti nilai aset dana pensiun yang masih jauh tertinggal dari negara lain. Ia menyebut total aset program pensiun di Indonesia, baik yang bersifat wajib maupun sukarela baru mencapai lebih dari Rp1.500 triliun atau sekitar 6,8 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Meski nilainya meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya, namun posisi Indonesia masih berada di urutan terbawah di antara negara-negara Organization for Economic Co-operation and Development (OECD). Bahkan, aset dana pensiun nasional masih jauh tertinggal dari Malaysia.
|Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi RI Masih Positif, BI: Ditopang Kenaikan Ekspor
|Baca juga: Kredit Perbankan Hanya Tumbuh 7,70% di September, Bos BI: Pelaku Usaha Masih Wait and See!
“Malaysia misalnya sudah mencapai di atas 60 persen dari PDB. Artinya, kita masih menghadapi tantangan besar untuk meningkatkan skala dan kedalaman aset dana pensiun agar lebih berperan signifikan dalam menjamin kesejahteraan lansia sekaligus menjadi motor penggerak pembangunan jangka panjang Indonesia,” terang Ihda.
Ke depan, Ihda menekankan perlunya reformasi sistem pensiun nasional yang tidak hanya fokus pada peningkatan nilai aset, tetapi juga memperluas cakupan kepesertaan secara masif agar manfaatnya dapat dirasakan seluruh lapisan pekerja.
“Reformasi sistem pensiun harus diarahkan untuk memperluas cakupan kepesertaan secara signifikan,” pungkasnya.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
