Media Asuransi, JAKARTA – Chief Economist Permata Bank Josua Pardede mengungkapkan kondisi ekonomi global saat ini menghadapi berbagai risiko yang berpotensi memengaruhi ekonomi domestik dan pasar global. Salah satu risiko utama yang dihadapi adalah potensi Trade War 2.0 yang dipicu oleh kebijakan tarif impor dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
“Kondisi globalnya akan menghadapi beberapa risiko yang memengaruhi kondisi ekonomi domestik dan market global yakni berkaitan dengan yang paling sentral, semua pasti kita sudah mendengar adalah berkaitan trade war 2.0 yakni potensi perang dagang yang dipicu kebijakan tarif impor dari yang akan dikenakan Presiden Trump,” ujar Josua, Senin, 10 Februari 2025.
|Baca juga: Isa Rachmatarwata Ditahan Kejagung, Manajemen Telkom Beri Penjelasan terkait Posisinya sebagai Komisaris
|Baca juga: 4 Strategi Oona Insurance (ABDA) Genjot Kinerja Laba Bersih
Selain perang dagang, ketidakpastian geopolitik juga menjadi faktor yang perlu diperhatikan. “Yang kedua juga masih adanya kelanjutan dari geopolitical, baik itu di Timur Tengah, baik itu antara China dan juga Taiwan, baik itu juga antara AS dengan BRICS, ini akan tentunya bisa memberikan ketidakpastian juga kepada pasar keuangan global,” jelasnya.
Faktor lain yang berpengaruh adalah arah kebijakan suku bunga bank sentral global, khususnya Federal Reserve.
“Yang ketiga tentunya adalah yang berkaitan langsung kepada pergerakan dari nilai tukar rupiah yakni adalah arah dari suku bunga bank sentral global, khususnya bank sentral Amerika Serikat karena dinamikanya ataupun ekspektasi terkait dengan ekspektasinya ini terus mengalami perubahan,” ucapnya.
Menurut Josua, perubahan ekspektasi pasar terkait kebijakan The Fed juga semakin konservatif. “Di tahun lalu di September Fed masih melihat peluang penurunan 100 basis poin, namun di Desember Fed hanya melihat 50 basis poin. Sampai dengan saat ini pun juga, sampai dengan bulan awal tahun ini Fed masih melihat ada penurunan 50 basis poin,” jelasnya.
Di sisi lain, perlambatan ekonomi China diperkirakan berdampak pada perekonomian Indonesia. “Mengapa China penting atau Tiongkok ini penting? Karena Tiongkok merupakan mitra dagang utama terbesar bagi Indonesia karena lebih dari 20 persen hingga 25 persen dari total ekspor di Indonesia ditujukan ke China,” ungkap Josua.
|Baca juga: IFRS 17 Paksa Perusahaan Asuransi di Asia-Pasifik Ubah Strategi Produk
|Baca juga: OJK: Industri Reasuransi Dihadang Tantangan Hardening Market dan Keterbatasan Kapasitas
Ia menambahkan pertumbuhan ekonomi China diperkirakan terus melambat tahun ini hingga tahun depan, yang dapat berdampak pada permintaan ekspor barang-barang Indonesia, seperti CPO dan batu bara.
Dengan berbagai faktor global tersebut, Josua menegaskan, ekonomi Indonesia tetap perlu diperkuat untuk memitigasi dampak yang ditimbulkan. “Itu beberapa kondisi dari global yang akan turut memengaruhi kondisi ekonomi domestik,” pungkasnya.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News