Media Asuransi, JAKARTA — Rilis angka pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II/2025 sebesar 5,12 persen oleh Badan Pusat Statistik (BPS) memunculkan tanda tanya besar di kalangan ekonom dan analis.
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Fadhil Hasan menilai selisih antara angka resmi pemerintah dan proyeksi konsensus analis ekonomi kali ini bukan hanya besar, tapi juga tergolong sangat jarang terjadi.
|Baca juga: Indef Curiga, Kok Bisa Ekonomi RI Naik tapi Setoran Pajak Malah Jeblok?
|Baca juga: Heboh Ekonomi RI Tumbuh 5,12%! Indef Bongkar Sejumlah Kejanggalan Data BPS di Kuartal II/2025
Fadhil menjelaskan dalam praktik umum perbedaan antara proyeksi para ekonom dan angka resmi dari pemerintah memang kerap terjadi. Namun, selisih tersebut biasanya tidak terlalu mencolok atau masih berada dalam kisaran yang bisa ditoleransi.
“Yang terjadi sekarang ini, hampir semua konsensus para ekonom, analis itu menyatakan bahwa pertumbuhan itu akan di bawah lima persen. Katakanlah seperti itu, bahkan kan kalau kita lihat 4,79 persen,” ujarnya, dalam sebuah diskusi publik, Rabu, 6 Agustus 2025.
Fadhil menambahkan pernyataan dari pihak pemerintah sebelumnya juga sejalan dengan prediksi pertumbuhan yang cenderung di bawah lima persen. Namun, ketika BPS merilis angka pertumbuhan ekonomi yang justru jauh lebih tinggi dari ekspektasi, hal ini memunculkan keraguan di kalangan analis.
|Baca juga: AXA Financial Soroti 3 Tantangan Besar Implementasi IFRS 17, Apa Saja?
|Baca juga: Dicecar BEI tentang Volatilitas Transaksi Saham, Manajemen MSIG Life (LIFE) Buka Suara
“Karena kemudian juga perbedaan dengan pernyataan resminya itu cukup signifikan, ini yang kemudian menimbulkan tanda tanya. Itu yang jarang terjadi,” tukasnya.
Ia membandingkan dengan kondisi yang lebih umum terjadi, di mana para ekonom biasanya memiliki proyeksi yang bervariasi, dan angka dari pemerintah berada dalam kisaran tengah atau sedikit lebih tinggi. Tapi kali ini, menurutnya, selisih yang tercipta sangat mencolok dan hampir seluruh proyeksi analis berbeda dari angka yang dirilis secara resmi.
“Kalau yang sering terjadi itu adalah yang tadi itu, di kalangan ekonomi tidak ada kesepakatan, tapi kemudian angka pemerintah itu ada dalam posisi yang lebih tinggi atau sama dengan yang kalangan ekonomi nyatakan,” ujar Fadhil.
“Nah, jadi kalau yang sekarang terjadi itu, saya kira ini mungkin sangat jarang terjadi lah, untuk mengatakan tidak pernah terjadi,” tambah Fadhil.
|Baca juga: AXA Financial Indonesia Cetak Laba Rp22 Miliar hingga Juni 2025
|Baca juga: CCP Jadi Senjata Baru BI dan OJK Perkuat Pasar Keuangan RI
Fenomena ini, menurut Fadhil, bukan hanya berdampak pada persepsi publik terhadap kredibilitas data, tapi juga bisa memengaruhi keputusan pelaku usaha dan investor yang menjadikan data pertumbuhan ekonomi sebagai acuan.
Ia menilai perlunya klarifikasi lebih lanjut dari pemerintah agar data yang disampaikan tidak menciptakan kebingungan, terutama jika kondisi di lapangan dirasakan berbeda oleh pelaku ekonomi.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News