Media Asuransi, JAKARTA – Di bulan September 2025, berbagai kebijakan pro growth bertubi-tubi diluncurkan, mulai dari pemindahan dana pemerintah dari BI ke bank-bank BUMN untuk meningkatkan likuiditas, pemangkasan BI Rate, serta stimulus 8-4-5 yang merupakan stimulus jilid ketiga tahun ini.
Director & Chief Investment Officer–Fixed Income PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI), Ezra Nazula, berharap bauran kebijakan fiskal dan moneter yang lebih agresif dapat mulai secara gradual berdampak positif ke ekonomi. “Secara umum, berdasarkan data historis memang terdapat jeda transmisi kebijakan pro pertumbuhan kepada ekonomi riil, yang diasumsikan terwakili dengan kenaikan loan growth,” katanya dalam keterangan resmi yang dikutip Kamis, 23 Oktober 2025.
Dia jelaskan, Bank Indonesia (BI) memperkirakan transmisi penurunan suku bunga akan terasa pada perekonomian dalam 1,5 tahun. “Namun kita juga harus ingat, pemangkasan BI Rate sudah secara gradual terjadi sejak September 2024, jadi kita berharap perbaikan kondisi ekonomi dapat secara gradual terjadi tahun 2026,” tutur Ezra.
|Baca juga: Kredit Perbankan Hanya Tumbuh 7,70% di September, Bos BI: Pelaku Usaha Masih Wait and See!
Sementara itu mengenai dampak stimulus, menurutnya sektor tenaga kerja mulai menunjukkan sinyal stabilisasi. Terlihat dari tingkat PHK bulanan mereda dari puncaknya di periode 2024 hingga awal 2025. Selain itu jumlah peserta aktif BPJS TK menunjukkan pertumbuhan dua bulan berturut-turut, memberikan harapan kebijakan pro pertumbuhan mulai berdampak ke ekonomi, walaupun masih sangat lambat.
Ezra menambahkan, kebijakan pemerintahan baru yang fokus terhadap pertumbuhan ekonomi memang perlu ditopang oleh konsumsi domestik yang kuat, mengingat kontribusi konsumsi terhadap pertumbuhan PBD cukup besar yakni sebesar 54 persen. Konsumsi domestik dapat ditingkatkan dengan pemberian stimulus oleh pemerintah, walau pada akhirnya dapat menjadi risiko pelebaran defisit fiskal jika tidak diimbangi dengan kecukupan penerimaan pemerintah.
|Baca juga: Bos BI Sebut Nilai Tukar Rupiah Terkendali di Tengah Ketidakpastian Global
“Dengan defisit yang melebar maka penerbitan SBN pun berpotensi mengalami peningkatan, namun kami melihat pelebaran tersebut masih akan tetap terjaga apabila pemerintah dapat menjaga keseimbangan antara penerbitan obligasi pemerintah dalam mata uang asing, serta penerbitan obligasi ritel yang terus mencetak minat yang tinggi,” katanya.
Di sisi lain, likuiditas perbankan yang meningkat juga diharapkan dapat mengimbangi potensi kenaikan pasokan obligasi. MAMI melihat, selama pemerintah berkomitmen untuk menjaga defisit fiskal di bawah batas tiga persen dari PDB, rating Indonesia dapat tetap terjaga stabil, yang kemudian dapat menarik investor asing untuk kembali masuk ke pasar finansial Indonesia.
“Koordinasi yang erat antara pemerintah dan Bank Indonesia juga diharapkan dapat menjadi penopang pasar ke depannya,” tutur Ezra.
Editor: S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News