Media Asuransi, JAKARTA – PT Mandiri Sekuritas (Mandiri Sekuritas) memproyeksikan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) yang stabil pada kisaran 5,1 persen di tahun 2025. Pertumbuhan tersebut didukung oleh membaiknya permintaan domestik atau konsumsi rumah tangga, kinerja ekspor yang terpengaruh perlambatan ekonomi global, dan potensi tarif impor Amerika Serikat (AS) yang lebih tinggi untuk barang-barang dari China dan negara-negara lain.
Chief Economist Mandiri Sekuritas, Rangga Cipta, memproyeksikan konsumsi rumah tangga yang akan kembali pulih. Siklus modal yang akan kembali dimulai yang didukung oleh investasi langsung dalam dan luar negeri akan menjadi faktor-faktor utama pendorong pertumbuhan ekonomi nasional Indonesia di tahun 2025.
“Sementara inflasi kami proyeksikan rata-rata 2,6 persen di tahun depan. Naik dari 2,3 persen di tahun 2024 ini. Kenaikan inflasi tersebut sebagian disebabkan oleh efek asar yang rendah dari inflasi inti yang lemah dan tarif PPN yang lebih tinggi hingga 12 persen di tahun 2025,” kata Rangga dalam keterangan resmi yang dikutip Jumat, 22 November 2024.
|Baca juga: Growin’ by Mandiri Sekuritas Kini Ada di Livin’ by Mandiri
Dia tambahkan, nilai tukar Rupiah pada tahun 2025 diproyeksikan rata-rata Rp15.700 per dolar AS yang mencerminkan sedikit apresiasi dari tahun 2024. “Terbatasnya ruang apresiasi Rupiah mencerminkan dolar AS yang terjaga berkat kekuatan kebijakan Trump yang ke arah inflasi, namun tetap protektif baik secara fiskal maupun perdagangan internasional,” jelas Rangga.
Sementara dari sisi pasar saham, Head of Equity Market Analyst and Strategy Mandiri Sekuritas, Adrian Joezer, mengatakan bahwa di tengah meningkatnya ketidakpastian global dan domestik, pasar saham akan mengalami ‘The Waiting Game’, yakni menunggu kondisi lebih pasti. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menghadapi tekanan strategi bottom-up dan pada keadaan seperti ini sangat penting bagi investor untuk berfokus pada sektoral saat memasuki tahun 2025.
“Kami mendorong para investor untuk berkonsentrasi pada area di mana perputaran uang akan meningkat, seiring dengan meningkatnya kebutuhan pendanaan menghadapi kondisi likuiditas yang masih ketat, dan volatilitas yang besar mungkin akan terus terjadi sampai adanya kepastian yang lebih besar,” jelas Adrian.
Mandiri Sekuritas memproyeksikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di akhir tahun 2025 ada level 8.150 dengan kisaran 8.590/7.140 dengan sektor-sektor yang disukai, seperti: konsumsi, pangan, properti, telekomunikasi, transportasi, dan retail. “Sementara di kuartal II/2025, sektor-sektor yang disukai adalah: perbankan, automotif, dan retail,” tambah Adrian.
|Baca juga: MOST Corner by Mandiri Sekuritas Hadir di Papua
Sedangkan untuk pasar obligasi, Head of Fixed Income Analyst Mandiri Sekuritas, Handy Yunianto, mengatakan bahwa pihaknya percaya bahwa pasar obligasi akan memberikan positive return di tahun 2024 dan 2025 dengan dukungan beberapa katalis positif. Pertama, prospek penurunan suku bunga acuan BI Rate yang masih terbuka dengan tekanan inflasi yang relatif masih rendah dan ekspektasi suku bunga Fed akan terus turun sampai dengan tahun 2025.
Kedua, tekanan supply SBN juga masih manageable karena pemerintah masih bisa menggunakan Saldo Anggaran Lebih (SAL), optimalisasi loan program, dan investment financing, transisi ke pemerintahan baru yang mulus. Ketiga, valuasi masih
cukup menarik jika dibandingkan dengan yield yang ditawarkan oleh negara-negara berkembang dengan rating yang sama.
“Sementara dari sisi risiko, masih akan dipengaruhi dari global yaitu hasil Pemilu di AS dan eskalasi konflik geopolitikal. Kebijakan fiskal Trump seperti pemangkasan pajak dan kenaikan tarif impor barang dan jasa dari luar diperkirakan dapat berdampak terhadap kenaikan inflasi serta perlambatan ekspektasi penurunan suku bunga Fed Fund Rate,” jelas Handy.
Namun demikian, menurutnya ada perkembangan menarik di pasar obligasi Indonesia dimana korelasi imbal hasil US Treasury dan yield obligasi pemerintah Indonesia yang menurun, seiring dengan makin besarnya dominasi investor domestik, tidak hanya dari investor institusi tetapi juga dari ritel. “Bahkan tahun ini ritel adalah pembeli terbesar pasar obligasi pemerintah,” jelasnya.
Editor: S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News