1
1

Minim, Dampak Perang Tarif AS dan Mitra Dagang Utamanya bagi Indonesia

Investment Specialist MAMI, Dimas Ardhinugraha. | Foto: Manulife Aset Manajemen Indonesia

Media Asuransi, JAKARTA – Amerika Serikat (AS) akhirnya mulai mengumumkan informasi lebih jelas terkait tarif, negara, jenis barang, besaran tarif, dan tanggal efektifnya. Hal ini memberi kepastian bagi pasar, karena sejak bulan Januari, keresahan pasar terus meningkat di tengah banyaknya informasi terkait tarif yang tidak lengkap dan berubah-ubah.

Jika kita mengacu pada economic policy uncertainty index, terlihat bahwa pasar mengkhawatirkan ketidakpastian kebijakan perdagangan dan ketidakpastian kebijakan moneter. Indeks ketidakpastian kebijakan perdagangan di bulan Februari melesat level tertinggi kedua sejak kenaikan di era perang tarif 2018.

“Kami berharap setelah ada kejelasan dan informasi rinci terkait tarif, maka pasar dapat mengkaji ulang risiko dan peluang yang ada, sehingga volatilitas pasar bisa mereda,” kata Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI), Dimas Ardhinugraha, dalam keterangan resmi yang dikutip Jumat, 14 Maret 2025.

|Baca juga: Tips Investasi dari MAMI: Diversifikasi, Kunci Mengelola Risiko dan Mengoptimalkan Return di Tengah Fluktuasi

Di setiap pembahasan mengenai tarif AS, ada tiga negara yang selalu muncul yakni China, Kanada, dan Meksiko. Menurut Dimas, dampak pengenaan tarif AS ke China tahun ini diperkirakan lebih terbatas dibandingkan perang tarif tahun 2018 lalu. Karena China secara gradual sudah melakukan diversifikasi perdagangan ke negara dan kawasan lain, tidak terfokus pada AS.

Dia memberi contoh, AS yang pada tahun 2016 berkontribusi terhadap 20 persen dari total ekspor China, di tahun 2023 lalu sudah turun menjadi hanya 13 persen. Sementara itu ekspor China ke negara lain meningkat signifikan, seperti ekspor ke kawasan negara berkembang yang kontribusinya naik dari 31 persen menjadi 41 persen.

Selain diversifikasi, pemerintah China juga terlihat menunjukkan sikap yang lebih suportif terhadap sektor swasta domestiknya, berlawanan dari sikap sebelumnya yang menekan sektor swasta seperti di sektor teknologi, edukasi, dan hiburan. “Dukungan bagi sektor swasta domestik ini diharapkan dapat menggairahkan aktivitas ekonomi domestik, memitigasi dampak eksternal dari tarif AS,” jelas Dimas.

|Baca juga: MAMI: Ruang Pelonggaran Moneter Masih Cukup Besar, Peluang Menarik bagi Pasar Obligasi

Dalam konteksi pengenaan tarif oleh AS, nama Indonesia relatif tidak muncul, sehingga menimbulkan pertanyaan apakah negara kita akan terlepas dari dampaknya. Menurut Dimas, jika kita telaah berdasarkan perkembangan dan informasi yang telah diumumkan AS, saat ini yang langsung berdampak ke Indonesia adalah pengenaan 25 persen tarif untuk baja, dan potensi tarif resiprokal.

Berdasar data, ekspor baja ke AS tahun 2023 hanya senilai US$199 juta, setara dengan 0,07 persen dari total ekspor seluruh komoditas Indonesia yang nilainya mencapai US$264 miliar. “Jadi, dampaknya cukup minim.  Risiko atas tarif resiprokal juga diperkirakan terbatas, karena tingkat tarif rata-rata antara Indonesia dan AS yang ada saat ini sudah setara di kisaran empat persen, walaupun memang kita masih harus menunggu apakah tarif resiprokal yang akan diimplementasikan mengacu pada level rata-rata tarif antar kedua negara, atau per kategori barang,” tuturnya.

Dia tambahkan, saat ini MAMI menyimpulkan bahwa risiko tarif tetap ada walaupun minim. Namun yang harus kita lebih sikapi adalah risiko tidak langsung yang timbul dari potensi penurunan perdagangan global dan permintaan ekspor dari Indonesia, serta kenaikan harga barang-barang impor secara umum.

Editor: S. Edi Santosa

 

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post BEI Buka Gembok Saham IKAN dan TIRA
IHSG
Next Post Akhir Pekan IHSG Terpangkas Dalam

Member Login

or