Media Asuransi, JAKARTA – PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) menyampaikan bahwa di tengah kekhawatiran pasar terhadap potensi kebijakan-kebijakan AS ke depan pasca terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS, potensi pemangkasan suku bunga di 2025 tidak berubah. Diperkirakan perekonomian global akan memasuki siklus moderasi pertumbuhan dan pelandaian inflasi, sehingga penurunan suku bunga dapat berlanjut.
Menurut Director & Chief Investment Officer Fixed Income MAMI, Ezra Nazula, dampak kebijakan Trump terhadap inflasi dan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) AS sepertinya belum akan terjadi di tahun depan. Hal ini membuat Bank Sentral AS, Federal Reserve (The Fed) masih punya peluang untuk melanjutkan pemangkasan Fed Funds Rate (FFR).
|Baca juga: Terpilihnya Donald Trump Dorong Reli Bitcoin dan Bawa Optimisme Pemain Kripto
“Saat ini, besaran pemangkasan FFR memang lebih konservatif, namun ekspektasi pasar akan selalu dinamis mengikuti data dan sentimen terbaru yang muncul,” kata Ezra dalam keterangan resmi yang dikutip Selasa, 17 Desember 2024.
Menurut dia, kawasan Asia menurut Ezra punya beberapa peluang yang dapat dioptimalkan di tengah outlook kondisi yang menantang seperti pada era perang dagang AS-China 2018, di saat itu banyak perusahaan multinasional menerapkan strategi China +1 dan Friendshoring. Solusi ini dinilai cukup berhasil menghadapi ketatnya kebijakan AS saat itu dan kebijakan serupa sangat terbuka diterapkan di 2025.
“ASEAN dan India sebenarnya diuntungkan dari kondisi tersebut, seiring biaya produksi yang kompetitif dan keterbukaan pemerintah terhadap investasi asing,” katanya.
|Baca juga: Sri Mulyani: Kembalinya Donald Trump Memengaruhi APBN Indonesia dan Ekonomi Global
Ezra menambahkan bahwa Indonesia tak luput dari tantangan global tersebut. Oleh karena itu perlu dukungan dari sisi fiskal untuk mengawal pertumbuhan ekonomi di 2025 dalam upayanya menjaga stabilitas rupiah dan potensi pelemahan ekspor imbas dari kebijakan tarif AS.
Di tahun depan, BI diperkirakan akan berhati-hati melanjutkan pemangkasan suku bunga dengan tetap berfokus pada upaya stabilisasi nilai tukar. Namun dari sisi yang lain, perang tarif ini berpotensi memicu peningkatan Foreign Direct Investment (FDI) ke Indonesia.
Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat, terjadi peningkatan kontribusi FDI China dan Hong Kong dari 17 persen dari total FDI Indonesia di 2016 menjadi 28 persen di 2023. Menilik data terkini, komitmen investasi di sektor teknologi tinggi (AI, baterai EV, carbon capture) juga menggembirakan dan diharapkan mendukung pengembangan industri domestik dan memberi nilai tambah lebih.
Berbicara tentang perekonomian, upaya perbaikan konsumsi dan daya beli menjadi fokus utama, terlebih ekonomi Indonesia yang berorientasi domestik mampu menjadi tameng terhadap risiko perlambatan ekonomi global. Kebijakan pemerintah untuk mendorong konsumsi dapat menjadi penopang pertumbuhan ekonomi 2025.
“Selanjutnya jika angka inflasi domestik masih rendah potensi pemangkasan BI Rate sangat terbuka, peluang ini diperkirakan mampu membawa efek positif bagi aset finansial salah satunya instrumen obligasi,” jelas Ezra.
Editor: S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News