Media Asuransi, JAKARTA – Kontraksi di sektor manufaktur Indonesia kembali terjadi pada bulan April, dengan penurunan disebabkan oleh penurunan tajam volume produksi dan permintaan baru.
Menanggapi hal ini, perusahaan-perusahaan memasuki mode pengurangan tenaga kerja dengan mengurangi aktivitas pembelian dan perekrutan pada awal triwulan kedua. Selain itu, perusahaan memilih untuk mengurangi tingkat inventaris dengan memanfaatkan stok input dan barang jadi untuk menyelesaikan produksi dan memenuhi pesanan.
Kenaikan nilai dolar AS dilaporkan menyebabkan kenaikan harga barang impor, sementara perusahaan berupaya melindungi margin dengan menaikkan harga lebih agresif.
|Baca juga: PMI Manufaktur Indonesia Maret 2025 Turun Lagi
Headline Purchasing Managers’ Index™ (PMI®) Manufaktur Indonesia dari S&P Global turun di bawah 50,0 pada bulan April, menunjukkan penurunan kesehatan sektor manufaktur Indonesia dalam lima bulan. PMI yang disesuaikan secara berkala turun dari 52,4 pada bulan Maret menjadi 46,7 pada bulan April, menandakan penurunan paling signifikan pada kondisi bisnis sejak bulan Agustus 2021.
Penurunan angka headline disebabkan oleh penurunan output dan permintaan baru. Produksi turun tajam dan pada laju tercepat sejak bulan Agustus 2021. Data terkini menunjukkan penurunan tajam pada pekerjaan baru untuk pertama kalinya dalam lima bulan. Permintaan dilaporkan melemah, baik dari pasar domestik maupun luar negeri.
Faktanya, volume pesanan ekspor baru turun kedua kalinya dalam tiga bulan. Produsen mengurangi jumlah tenaga kerja pada bulan April karena kebutuhan produksi dan permintaan menurun. Meski kecil, penurunan jumlah pekerjaan ini merupakan yang pertama dalam lima bulan.
|Baca juga: Ekspansi Manufaktur Asean Melambat pada Maret 2025
Tekanan kapasitas yang lebih ringan mendorong perusahaan untuk mengalihkan karyawan guna menyelesaikan pekerjaan yang ada, ditandai dengan penurunan tingkat sedang pada penumpukan pekerjaan, pertama kali sejak November tahun lalu.
Usamah Bhatti, Ekonom S&P Global Market Intelligence, mengatakan sektor manufaktur Indonesia memasuki triwulan kedua 2025 dengan catatan kurang baik, kontraksi pertama dalam lima bulan di tengah penurunan tajam pada penjualan dan output. Terlebih lagi, headline PMI menunjukkan tanda-tanda penurunan tajam pada kesehatan sektor sejak Agustus 2021.
“Menanggapi keadaan tersebut, perusahaan menerapkan PHK dengan mengurangi pembelian dan tenaga kerja serta mengurangi jumlah stok input dan barang jadi. Perkiraan jangka pendek masih suram karena perusahaan mengalihkan kapasitas untuk menyelesaikan pekerjaan yang belum terselesaikan akibat tidak ada penjualan, tampaknya kondisi ini akan berlanjut beberapa bulan mendatang,” jelasnya dalam keterangan resmi dikutip, Jumat, 2 Mei 2025.
Dia menambahkan perkiraan tahun mendatang terlihat positif sehingga perusahaan berharap produksi naik karena kondisi ekonomi akan membaik dan daya beli klien dan pelanggan akan menguat. Namun demikian, ketidakpastian waktu pemulihan menurunkan harapan beberapa perusahaan.
Editor: Achmad Aris
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News