Media Asuransi, JAKARTA – WWF Indonesia promosikan wisata bahari yang bertanggung jawab pada event Deep and Extreme Indonesia 2024 di Jakarta Convention Center. Melalui program Signing Blue, WWF Indonesia kembali terlibat untuk mengenalkan praktik wisata bahari bertanggung jawab pada berbagai sektor pariwisata termasuk dengan melibatkan berbagai kalangan dari wisatawan individu hingga pengelola destinasi wisata.
Promosi ini tidak hanya dilakukan di stan, namun juga disampaikan pada talkshow bertema “Unveiling the Next Level of Marine Tourism”.
Keterlibatan WWF dalam acara The Asia’s Biggest Diving, Marine, and Adventure Show ini menjadi bagian dari pengembangan wisata dalam industri ekonomi kreatif. Hal ini juga menjadi salah satu capaian dalam program Signing Blue untuk mengembangkan dan melibatkan pengelola dalam suatu destinasi wisata secara berkelanjutan.
|Baca juga: Jumlah Penumpang Pesawat 7,4 Juta di April 2024
Signing Blue merupakan program yang diinisiasi oleh WWF Indoneisa yang bertujuan untuk menghubungkan sektor pariwisata untuk tetap bertanggung jawab dalam melakukan aktivitas wisatanya secara berkelanjutan. igning Blue mewadahi tiga kriteria: blue traveler untuk individu, blue partner untuk akomodasi seperti hotel dan restoran, dan blue allies untuk korporasi dan pemerintah.
Melalui tiga kategori tersebut, WWF Indonesia mengajak keterlibatan multi pihak yang secara luas dapat mempraktikan dan mempromosikan wisata bahari bertanggung jawab, dengan menunjukkan potensi wisata bahari yang ada di Indonesia.
Dalam sesi talkshow di tanggal 1 Juni 2024, WWF Indonesia bersama para narasumber mengungkapkan bagaimana potensi wisata bahari kedepannya dalam konteks wisata bahari bertanggung jawab. Diskusi ini menghadirkan Mahawan Karuniasa, akademisi yang juga berperan sebagai anggota ISTC (Indonesia Sustainable Tourism Council) Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Pembicara lainnya adalah Della Dartyan, public figure yang juga anggota Blue Traveler Signing Blue WWF Indonesia, serta Markus Laimera, penggerak Desa Wisata Welora, Maluku Barat Daya.
Dalam kesempatan itu, Mahawan mengungkapkan bahwa banyak faktor yang melatarbelakangi perubahan paradigma ‘pariwisata’ menjadi ‘pariwisata berkelanjutan’. “Bumi kita sedang tidak baik-baik saja. Biodiversitas di alam ini semakin cepat menurun akan aktivitas manusia, oleh karena itu perlu banyak hal yang perlu berubah, termasuk urusan pariwisata,” katanya dalam keterangan resmi yang dikutip Rabu, 5 Juni 2024.
|Baca juga: Jumlah Wisatawan Mancanegara dan Wistawan Lokal Ditargetkan Meningkat di Tahun 2024
Pariwisata berkelanjutan perlu saling bersinergi ke dalam empat bagian seperti tata kelola, budaya, ekonomi, dan lingkungan. Pariwisata dapat menjadi sektor ekonomi yang berada di garis depan. “Melestarikan itu juga mensejahterakan. Semakin menjaga lingkungan maka semakin menyejahterakan,” jelasnya.
Sementara itu Della Dartyan mengatakan bahwa Indonesia itu indah. Tidak perlu ke luar negeri untuk menikmati keindahan bahari yang sesungguhnya. Sebagai penggemar kegiatan selam, Della menceritakan pengalaman menyelamnya bersama hiu paus. Di kemudian menjelaskan bahwa wisatawan yang baik adalah wisatawan yang tahu tentang aturan. Salah satunya dengan menjaga jarak dengan biota laut yang kita jumpai sewaktu menyelam, seperti yang dicanangkan dalam panduan Wisata Bahari Bertanggung Jawab yang dipublikasikan oleh WWF Indonesia — LINK BMP
Seiring dengan potensi destinasi wisata di Indonesia, Maluku Barat Daya juga menempatkan salah satu desanya menjadi destinasi favorit para penyelam, baik dari mancanegara maupun dari lokal. Desa Welora tampil sebagai salah satu the forgotten paradise dari kabupaten yang berjuluk the forgotten islands.
Markus Laimera mengatakan bahwa musim terbaik untuk mengunjungi Welora berkisar bulan Oktober-November. “Ketika angin sedang teduh dan laut sedang tenang dan kapal-kapal perintis bisa berlayar dengan tenang. Kami menanti kunjungan Anda ke sana,” katanya.
Di sisi lain, Mahawan menyayangkan gimmick lainnya seperti penamaan yang mengikuti luar negeri dan nama yang kebarat-baratan. Untuk itulah, menurut dia, desa-desa wisata perlu pendampingan, agar selain bisa memperbagus tata kelola, juga bisa mempercantik desa wisata tanpa mengobarkan keindahan alaminya.
Editor: S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News