1
1

Bitcoin Lagi Labil, Bakal Naik atau Turun?

Ilustrasi. | Foto: Kaspersky

Media Asuransi, JAKARTA – Bitcoin (BTC) masih bergerak di kisaran US$94 ribu hingga US$100 ribu sepanjang 14 hari terakhir tanpa berhasil keluar dari zona tersebut. Menurut data SoSoValue, tekanan semakin terasa setelah arus keluar dari perdagangan ETF Bitcoin Spot di AS sebesar US$585,65 juta selama periode 10-14 Februari.

Penurunan ini dipicu oleh komentar hawkish Ketua The Fed Jerome Powell serta data inflasi AS pekan lalu yang lebih tinggi dari perkiraan. Inflasi tahunan AS tercatat naik menjadi tiga persen pada Januari, sementara inflasi inti mencapai 3,3 persen, memicu kekhawatiran pasar.

|Baca juga: Industri Asuransi Berduka, Komisaris IFG Life Yasril Y Rasyid Meninggal Dunia

|Baca juga: Profil Lengkap Jahja Setiaatmadja, Dirut BCA yang Naik ke Kursi Presiden Komisaris

Akibatnya, kapitalisasi pasar aset kripto turun lima persen dan Bitcoin sempat jatuh di bawah US$95 ribu. Powell menegaskan suku bunga kemungkinan tetap tinggi lebih lama untuk menekan inflasi, yang mengecewakan investor yang berharap pemangkasan lebih cepat.

Selain faktor kebijakan The Fed, sentimen pasar juga tertekan oleh kebijakan tarif Presiden Donald Trump terhadap Kanada, Meksiko, dan China. Kombinasi faktor ini membuat aset berisiko, termasuk Bitcoin, berada di bawah tekanan. Fear and Greed Index Bitcoin pun merosot ke zona ‘Fear’ setelah rilis data CPI, mencerminkan meningkatnya ketidakpastian di pasar.

Financial Expert Ajaib Panji Yudha mengatakan selama hampir dua minggu, Bitcoin bergerak di kisaran US$94 ribu hingga US$100 ribu tanpa berhasil menembus level tersebut atau mengalami penurunan signifikan. Pergerakan harga cukup tajam, di mana BTC berpotensi naik ke US$105 ribu jika mampu menembus resisten psikologis di US$100 ribu.

“Namun, jika BTC turun di bawah US$94 ribu, koreksi lebih lanjut dapat terjadi dengan support berikutnya di sekitar US$91 ribu,” ucapnya, dikutip dari keterangan tertulisnya, Rabu, 19 Februari 2025.

|Baca juga: BCA (BBCA) Bakal Gelar RUPS Tahunan di Maret 2025, Jahja Setiaatmadja Jadi Presiden Komisaris!

|Baca juga: Profil Indra Widjaja, Petinggi Sinarmas yang Terseret Pusaran Korupsi Taspen

Pekan ini, pelaku pasar kripto bersiap menghadapi data ekonomi AS yang dapat memicu volatilitas. Fokus utama tertuju pada risalah FOMC Januari yang dirilis 19 Februari, memberikan wawasan terkait kebijakan suku bunga The Fed. Pernyataan Powell yang tidak terburu-buru menurunkan suku bunga, meski ada tekanan dari Donald Trump, semakin diperhatikan pasar.

Selain itu, laporan klaim pengangguran awal pada 22 Februari akan menjadi indikator penting. Pekan lalu, angka klaim turun ke 213 ribu, lebih rendah dari perkiraan. Jika angka ini kembali naik, pasar dapat mengantisipasi potensi pemangkasan suku bunga lebih cepat, yang bisa meningkatkan daya tarik Bitcoin sebagai aset alternatif.

Editor: Angga Bratadharma

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Tunda Pembayaran Pokok Sukuk & Obligasi, Saham Wijaya Karya (WIKA) Kena Suspend
Next Post DPK Danamon Tumbuh 9%, Kredit Naik 8%

Member Login

or