1
1

IFSoc: Penetapan Batas Atas Bunga Pindar Bukan Kartel tapi Arahan OJK

Ilustrasi. | Foto: Freepik

Media Asuransi, JAKARTA – Indonesia Fintech Society (IFSoc) menyoroti perkembangan perkara yang dituduhkan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terhadap seluruh perusahaan pinjaman daring (pindar) di Indonesia terkait penetapan batas atas suku bunga atau manfaat ekonomi pada Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (fintech lending).

Adapun penetapan itu dilakukan oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) di 2018. IFSoc berpandangan masalah ini perlu ditempatkan dalam perspektif yang lebih luas dan obyektif khususnya menyangkut adanya kepentingan perlindungan konsumen dan penataan pelaku pasar.

|Baca juga: Ini Profil Jung Ho Han, Direktur KB Bank Indonesia (BBKP) yang Lepas Seluruh Sahamnya

|Baca juga: Belanja K/L dan TKD di RAPBN 2026 Dioptimalkan untuk Pemerataan Pembangunan Daerah

IFSoc adalah forum diskusi kebijakan di wilayah teknologi finansial yang terdiri dari antara lain sejumlah ekonom senior seperti Hendri Saparini, Prasetyantoko, Yose Rizal, jurnalis senior dan pemimpin industri fintech, praktisi tata kelola Syahraki Syahrir, perwakilan modal ventura Eddi Danusaputro, mantan Menkominfo Rudiantara, hingga eks Komisioner OJK Tirta Segara.

“Penetapan ini bukan kartel. Kalau dilihat ke belakang, saat itu OJK memberi arahan kepada AFPI untuk menata perilaku pasar lewat code of conduct,” kata Anggota Dewan Pengarah IFSoc yang juga merupakan mantan Komisioner OJK (2017-2022) Tirta Segara, dikutip dari keterangan tertulisnya, Rabu, 3 September 2025.

Ia menambahkan langkah ini menjadi pijakan awal bagi diterbitkannya ketentuan batas atas manfaat ekonomi pindar yang langsung ditetapkan oleh OJK pada 2023 dalam Surat Edaran OJK (SEOJK) 19/SEOJK.06/2023. Hal ini juga telah dijelaskan dalam surat OJK kepada AFPI pada 16 Mei 2025.

|Baca juga: Begini 3 Jurus Pamungkas dari Pemerintah Perangi Sampah Informasi

|Baca juga: Jahja Setiaatmadja Kembali Tambah Kepemilikan Sahamnya di BCA (BBCA), Jadi Berapa?

“Tujuannya bagus, untuk melindungi konsumen dan masyarakat dari adanya suku bunga pinjol ilegal pada saat itu yang luar biasa tinggi,” kata Tirta yang saat itu merupakan Komisioner OJK yang membidangi perlindungan konsumen.

Anggota Dewan Pengarah IFSoc Syahraki Syahrir menambahkan penetapan batas atas suku bunga ini membawa manfaat riil bagi masyarakat peminjam. “Kita melihat suku bunga yang tadinya sangat tinggi akhirnya bisa terus diturunkan. Batas atas ini berfungsi sebagai pagar pengaman, sementara harga tetap bergerak mengikuti mekanisme pasar,” jelasnya.

Seperti diketahui, KPPU sedang menyelidiki dugaan kartel terkait penetapan batas atas suku bunga di industri fintech lending pada 2018 –di saat marak pinjol ilegal yang menawarkan suku bunga sangat tinggi. Untuk mengatasi masalah ini, OJK menginstruksikan AFPI untuk melakukan pengaturan batas atas suku bunga melalui code of conduct sebesar 0,8 persen per hari.

|Baca juga: Kepala Daerah Diminta Terima Aspirasi Masyarakat saat Unjuk Rasa Berlangsung

|Baca juga: AAUI Catat Klaim Asuransi Umum Capai Rp21,17 Triliun di Semester I/2025

Batas atas suku bunga kembali diturunkan menjadi maksimal 0,4 persen pada 2021, juga atas arahan OJK. Selanjutnya, ketentuan batas atas suku bunga ini diambil alih langsung oleh OJK melalui SEOJK 19/SEOJK.06/2023 sebesar maksimal 0,3 persen (pinjaman konsumtif) dan 0,1 persen (pinjaman produktif).

Tirta menambahkan penting dipahami yang ditetapkan adalah batas atas bukan penyeragaman harga atau penetapan batas bawah. “Fakta menunjukkan ruang kompetisi sesuai mekanisme pasar tetap terbuka. Kenyataannya banyak pelaku tidak mematok bunga di level yang sama. Sehingga tidak tepat jika dikatakan adanya kartel di industri fintech lending,” kata Tirta.

Lebih jauh, Syahraki Syahrir merekomendasikan agar KPPU bisa duduk bersama OJK untuk membahas persoalan ini. Apabila terbukti kebijakan tersebut menimbulkan distorsi pasar maka lembaga terkait diminta mengevaluasi atau mencabut kebijakannya. Prioritasnya tetap harus konsumen.

|Baca juga: Heboh Driver Ojol Ketemu Gibran, Bos GoTo: Cang Rahman Benar Mitra Aktif Gojek Sejak 2015

|Baca juga: Mendagri Ajak Masyarakat Gotong Royong Perbaiki Fasilitas Umum yang Rusak Usai Kerusuhan

“Kita memerlukan ekosistem yang melindungi peminjam dari praktik pinjaman eksesif sambil menjaga kompetisi agar mendorong inovasi dan akses pembiayaan yang lebih luas. Di sinilah pentingnya regulatory coherence antara otoritas sektor keuangan dan otoritas persaingan usaha,” pungkasnya.

Editor: Angga Bratadharma

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post IHSG Lanjut Menguat di Sesi I
Next Post BSI Maslahat Umumkan 1.629 Siswa Lolos Beasiswa BSI Scholarship Pelajar 2025

Member Login

or