Media Asuransi JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat total pinjaman online legal yang menjadi anggota Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) sudah mencapai Rp476,89 triliun per Oktober 2022. Keseluruhan ada 93,39 juta pengguna yang terdiri dari akumulasi rekening borrower mencapai 92,40 juta dengan rekening aktif sebesar 18,71 juta dan akumulasi rekening lender mencapai 980.370 dengan rekening aktif sebesar 151.240.
Direktur Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Fintech OJK, Tris Yulianta , menyampaikan perlunya mitigasi strategis dan kesiapan industri fintech termasuk fintech P2P lending dalam menghadapi tantangan berupa ancaman resesi global, biaya dana tinggi, sehingga sulitnya mendapatkan pendanaan, serta gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).
|Baca juga: AFPI Bersama PEFINDO Luncurkan IdFintechScore
“Namun di balik tantangan tersebut, ada potensi yang dapat dimanfaatkan industri fintech termasuk P2P lending, yakni ekonomi digital di Indonesia per 2022 mencapai US$77 miliar. Diperkirakan memiliki prospek mencapai US$130 miliar pada 2025 dan US$ 220-360 miliar pada 2030 (berdasarkan data Google, Temasek, dan Bain & Company, 2022),” kata Tris dalam acara CEO’s Mind yang dikutip pada Rabu, 21 Desember 2022.
Tris menyebutkan ada enam tantangan yang harus diatasi oleh industri fintech lending sepanjang tahun depan, yakni: pertama, governance & risk management. Kedua, keandalan sistem dan credit scoring. Ketiga, pengembangan produk atau model bisnis. Keempat, hadirnya undang-undang perlindungan data pribadi. Kelima, eksplorasi ekosistem. Keenam, keamanan siber.
“Oleh karena itu, ada tiga pilar untuk menjadikan industri P2P lending tumbuh berkualitas, sehat, dan berkontribusi signifikan pada perekonomian nasional. Pilar pertama, penguatan kepada penyelenggara P2P lending sendiri. Pilar kedua, penguatan kepada lembaga profesi dan asosiasi. Serta pilar ketiga, penguatan di internal OJK yang sedang dilakukan,” kata Tris.
Penguatan terhadap penyelenggara P2P lending berupa penguatan tata kelola (good governance) dan manajemen risiko perusahaan. Penguatan di lembaga profesi dan asosiasi berupa lembaga profesi penunjang bekerja profesional, independen, sesuai dengan kode etik dan best practices.
|Baca juga: 9 Hal yang Diatur OJK dalam Peraturan tentang P2P Lending
Asosiasi industri berperan memberikan pembinaan perilaku usaha kepada anggotanya dan berperan dalam perlindungan konsumen, termasuk edukasi masyarakat. Penguatan OJK yakni dilakukan pembenahan di internal untuk dapat melakukan pengaturan, perizinan, dan pengawasan lebih efektif. OJK melakukan fungsi pengawasan dan mengoptimalkan dukungan teknologi informasi dalam pengawasan (sup-tech) dan meningkatkan kapasitas SDM.
Tris optimistis dengan rencana bisnis yang baik dan kuat, pelaku industri fintech pendanaan bisa terus bertumbuh positif. “Kondisi ini masih stabil. Tekanan seperti ini, saya yakin teman-teman masih bisa mengatasi tekanan itu. Kalau kita lihat, peluang masih banyak,” katanya.
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK, Ogi Prastomiyono, dalam pesan penutupnya mendorong agar industri fintech dapat terus bersinergi dan berkolaborasi dengan berbagai pihak. Para pelaku industri fintech lending diharapkan dapat menjalankan bisnisnya sesuai tata kelola dan manajemen risiko yang baik di bawah naungan AFPI.
“Kami berharap AFPI menjadikan anggota punya standar terkait dengan etik, bagaimana melakukan usaha ini dan juga dapat berperan untuk menjadi mediator antara OJK sebagai regulator dan pelaku usaha yang menjadi anggota AFPI,” ujarnya.
editor: S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News