1
1

UGM Gandeng OJK dan ALAMI Sharia gelar Literasi Fintech dalam Acara digiTALK ke-57

(kiri-kanan): Pengawas Direktorat Pengawasan Financial Technology OJK, Annisa Ika Rahmawati, Direktur Pengawasan Financial Technology OJK, Tris Yulianta, Dosen FEB UGM ,Kusdhianto Setiawan, Direktur Utama ALAMI Sharia, Harza Sandityo, Sekretaris Eksekutif CfDS, Treviliana Eka Putri, Deputi Sekretaris Eksekutif CfDS, Iradat Wirid, saat menghadiri digiTALK ke-57 untuk mengedukasi ratusan mahasiswa tentang Fintech di Yogyakarta, Kamis, 13 Juli 2023. | Foto: doc

Media Asuransi, JAKARTACenter for Digital Society (CfDS) Universitas Gadjah Mada (UGM) menggandeng Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Fintech ALAMI Sharia (ALAMI) menyelenggarakan Digitalk dengan tema “Strategi Cerdas Berinvestasi: Memahami Risiko dan Peluang Bisnis dalam Peer-to-Peer Lending di Indonesia”. 

DigiTALK ke-57 ini diselenggarakan di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIPOL) membahas secara komprehensif terkait perkembangan fintech khususnya peer to peer lending yang semakin diminati masyarakat dan mendesaknya proses edukasi bagi masyarakat sehingga dapat terhindar dari risiko-risikonya.

Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tingkat literasi keuangan di Indonesia meningkat di tahun 2022, yakni 49,68% dibandingkan tahun 2019 yang hanya 38,03%. Hal sama juga terjadi pada indeks inklusi keuangan, yang juga meningkat menjadi 85,10% dari tahun 2019 sebesar 76,19%.

Meskipun gap atau selisih indeks literasi dan inklusi keuangan mengecil, namun literasi finansial harus tetap ditingkatkan agar kewaspadaan dan keterampilan keuangan masyarakat semakin baik. Merespon hal tersebut, CfDS UGM menggelar diskusi publik sebagai bentuk literasi finansial untuk masyarakat.

|Baca juga: Riset YouGov: Pasar Fintech P2P Lending Meningkat 28%, ALAMI Sharia Menjadi Pilihan Utama Generasi Z dan Milenial

Diskusi publik ini dipandu oleh Sekretaris Eksekutif CfDS UGM, Treviliana Eka Putri, membahas peluang dan risiko produk investasi keuangan P2P lending di Indonesia. Narasumber yang dihadirkan merupakan pemangku kepentingan dan para ahli mewakili regulator, akademisi dan pelaku industri jasa keuangan.

Pembicarayang hadir antara lain Direktur Pengawasan Financial Technology dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK),Tris Yulianta, Kusdhianto Setiawan, Dosen Manajemen FEB UGM, Kusdhianto Setiawan, Pengawas Direktorat Pengawasan Financial Technology OJK, Annisa Ika Rahmawati, dan Direktur Utama ALAMI, Harza Sandityo,

Tris Yulianta menekankan bahwa masyarakat Indonesia memiliki potensi ekonomi digital sebanyak US$146 miliar di tahun 2025, dengan merujuk tingginya angka pengguna internet di Indonesia sebanyak 191 juta atau 69% yang merupakan pengguna media sosial aktif.

Termasuk pada perkembangan industri fintech P2P Lending mendapatkan sambutan yang positif dari masyarakat. “P2P Lending kita hadirkan untuk masyarakat kita yang unbankable. Munculnya P2P untuk masyarakat banyak dirasakan oleh UMKM, yang bisa menjadi alternatif pengganti pinjaman bank konvensional. Tantangan yang muncul di sini, dari OJK selalu mengupayakan pengawasan dan coba benahi, dengan tentunya dukungan peningkatan literasi masyarakat” imbuh Tris.

Gambaran lanskap model bisnis fintech di Indonesia, dipaparkan oleh Kusdhianto Setiawan, yang menjelaskan bagaimana model bisnis P2P lending mulai tumbuh dan diminati oleh masyarakat Indonesia. “Sasaran dari fintech adalah masyarakat yang melek digital. P2P menjadi solusi bagi mereka yang unbankable, namun bukan solusi yang murah. Perlu diketahui berapa jumlah biaya yang akan ditanggung kepada pengguna. Di sini masih ada banyak sekali hal yang dapat dikembangkan oleh para pemain dan industri fintek, baik dari segi teknologi yang digunakan, maupun finansial literasi yang dihadirkan harus dapat kita tingkatkan” ujarnya.

|Baca juga: AFPI Tanggapi 26 Pemain Fintech yang Belum Penuhi Aturan Modal Minimum Rp25 Miliar

Di sisi lain, Annisa Ika Rahmawati menyampaikan fintech P2P lending memiliki karakteristik unik dengan sifatnya sebagai kerangka. Fintech dapat menawarkan solusi kemudahan bagi masyarakat dan mahasiswa untuk belajar investasi. OJK menekankan perlunya pengawasan dan regulasi terkait aktivitas fintech di Indonesia untuk menjamin keadilan dan perlindungan bagi masyarakat. Peran OJK sebagai regulator sangatlah diperlukan untuk dapat menghindarkan masyarakat dari segala bentuk potensi kejahatan dan kerugian saat bertransaksi maupun berinvestasi melalui platform P2P lending.

Direktur Utama ALAMI Sharia, Harza Sandityo, mengatakan bahwa sebagai pelaku industri, ALAMI Sharia yang didirikan sejak tahun 2018 ini hadir dengan tujuan untuk membuat produk yang bisa berdampak dan digemari oleh pengguna. “Inovasi produk, teknologi, dan solusi bisnis kami dibuat berdasarkan kebutuhan di masyarakat dan menjadi wadah kami untuk menebar kebermanfaatan. Oleh karena itu, sangat penting bagi kami untuk menjaga kepercayaan dari para pengguna dengan menjalankan proses bisnis sebaik-baiknya, sehingga hasil yang diperoleh juga bisa optimal,” tuturnya. 

Hingga saat ini, peran kolaborasi dan ketatnya pengawasan oleh OJK menjadi salah satu elemen penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat dalam melakukan transaksi di berbagai fintech. Hal ini turut memberikan keyakinan bagi masyarakat sehingga lebih tenang untuk berinvestasi melalui P2P lending

Faktor berikutnya yaitu transparansi dalam menyampaikan informasi kepada pengguna, serta kinerja operasional yang kuat meskipun dihadapkan pada tantangan ekonomi makro. “Dukungan kuat terhadap prinsip syariah dalam setiap aspek bisnisnya juga mendorong masyarakat untuk berpartisipasi sebagai pendana di ALAMI,” tutur Harza.

 

Editor: S. Edi Santosa

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Karyawan di Indonesia Miliki Tingkat Stres Paling Rendah
Next Post AXA Sedang Pertimbangkan Penjualan Divisi Reasuransi AXA XL Re

Member Login

or