Media Asuransi, JAKARTA – Perbankan memiliki program khusus untuk kredit atau pembiayaan kendaraan listrik berbasis baterai. Namun masih sedikit yang menyalurkan kredit atau pembiayaan tersebut secara langsung.
“Jika dibandingkan dengan sektor lain, termasuk potofolio hijau perbankan, kendala penyaluran kredit dan pembiayaan ini menurut bank muncul baik dari sisi penawaran maupun permintaan,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae, dalam webinar bertajuk “Peluang dan Tantangan Industri Keuangan Dalam Mendukung Pembiayaan KBLBB”, Kamis, 17 November 2022.
Dia jelaskan, dari sisi penawaran, bank merasa masih perlu meningkatkan kompetisi Sumber Daya Manusia (SDM) yang menjadi assessor (penilai). Selain itu, sebagaian besar bank belum mempunyai regulasi internal yang mendukung pembiayaan tersebut.”Fokus bank masih pada sektor eksisting yang dianggap masih potensial dan sesuai kompetisi saat ini,” jelas Dian.
Sementara dari permintaan, bank menyampaikan bahwa nasabah yang membutuhkan kredit atau pembiayaan baik di hulu maupun di hilir masih terbatas dan lokasinya baru terdapat di beberapa wilayah saja. Selain itu, perbankan juga merasa belum ada mitra yang tepat untuk penyaluran kredit dan pembiayaan juga masih kurangnya sosialisasi dan informasi terkait kendaraan listrik bermotor berbasis baterai bagi konsumen akhir.
|Baca juga: Rencana Tahap II Industri Baterai Listrik Terintegrasi di KIT Batang Dimulai
Berbagai upaya dilakukan OJK untuk mendorong pengembangan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia. Salah satunya dengan mengeluarkan surat edaran yang mengimbau sektor perbankan mendukung pertumbuhan industri otomotif dan program percepatan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB).
Menurut Dian, saat ini memang diperlukan dukungan stakeholder untuk mencipatkan ekosistem baik berupa insetif fiskal maupun non fiskal. Dukungan insetif non fiskal berupa riset agar komponen kendaraan bermotor listrik dapat diproduksi dalam negeri sehingga menekan harga.
Hal ini dibarengi dengan percepatan pembangunan infrastruktur seperti Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) atau baterai swap. Lalu industri penunjang seperti daur ulang baterai yang ramah lingkungan juga perlu ditumbuhkan.
Sedangkan insetif fiskal dapat menyasar ke sisi hulu seperti insetif pajak dan bea masuk bagi produsen maupun komponen pendukungnya dan insetif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) maupun pajak kendaraan bagi konsumen akhir.
Dian Ediana Rae menambahkan bahwa saat ini kekuatan daya beli masyarakat terhadap kendaraan listrik masih rendah karena harga jual yang masih relatif tinggi, meskipun telah didukung dengan tarif PPN 0%. Tingginya harga terutama disebabkan sebagian besar bahan baku masih berasal dari barang impor yang cukup mempengaruhi tingginya kendaraan listrik.
|Baca juga: Deretan Keuntungan Memiliki Mobil Listrik, Bisa Bebas Ganjil Genap
Untuk itu, menurutnya industri jasa keuangan menjadi peran utama dalam mengatur strategi pembiayaan program kendaraan listrik berbasis baterai. Diperlukan pemahaman mengenai peran jasa keuangan dalam mendukung pembiayaan kendaraan listrik.
“Dukungan pembiayaan dinilai memiliki peran penting bagi perkembangan industri kendaraan listrik mulai dari hulu, yaitu permodalan atau investasi untuk pembangunan pabrik dan infrastruktur pendukungnya, sampai ke hilir yaitu kredit kepemilikan mobil listrik untuk masyarakat.” kata Dian.
OJK berharap lembaga jasa keuangan mengindentifikasi peluang dan risiko pendanaan pada proyek kendaraan listrik berbasis baterai dengan lebih baik. “Selain itu, kita juga bisa berbagi informasi skema kredit dan pembiayaan lebih sesuai sehingga dapat meningkat dukungan jasa keuangan kepada sektor ini,” tuturnya.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News