Media Asuransi, JAKARTA – Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada 18-19 Oktober 2021 menilai kondisi likuiditas sangat longgar didorong kebijakan moneter yang akomodatif dan dampak sinergi Bank Indonesia dengan pemerintah dalam mendukung pemulihan ekonomi nasional. Bank Indonesia telah menambah likuiditas (quantitative easing) di perbankan sebesar Rp129,92 triliun pada tahun 2021 (hingga 15 Oktober 2021).
Bank Indonesia melanjutkan pembelian SBN di pasar perdana untuk pendanaan APBN 2021 sebesar Rp142,54 triliun (hingga 15 Oktober 2021) yang terdiri dari Rp67,08 triliun melalui mekanisme lelang utama dan Rp75,46 triliun melalui mekanisme Greenshoe Option (GSO). Dengan ekspansi moneter tersebut, kondisi likuiditas perbankan pada September 2021 sangat longgar, tercermin pada rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yang tinggi, yakni 33,53 persen.
Menurut Gubernur BI, Perry Warjiyo, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) tercatat 7,69 persen year on year (yoy), melambat dibandingkan bulan sebelumnya sejalan dengan pemulihan aktivitas usaha dan konsumsi masyarakat. Likuiditas perekonomian meningkat, tercermin pada uang beredar dalam arti sempit (M1) dan luas (M2) yang tumbuh meningkat masing-masing sebesar 11,2 persen yoy dan 8,0 persen yoy. Pertumbuhan uang beredar tersebut terutama didukung oleh kredit perbankan yang mengindikasikan semakin meningkatnya pembiayaan bagi pemulihan ekonomi nasional.
|Baca juga: Bank Indonesia Pertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate Tetap 3,50%
“Suku bunga kebijakan moneter yang tetap rendah dan likuiditas yang sangat longgar mendorong suku bunga kredit perbankan terus menurun walaupun masih terbatas. Di pasar uang dan pasar dana, suku bunga PUAB overnight dan suku bunga deposito 1 bulan perbankan telah menurun, masing-masing sebesar 50 basis points (bps) dan 171 bps sejak September 2020 menjadi 2,80 persen dan 3,28 persen pada September 2021,” kata Perry dalam jumpa pers secara daring, Selasa, 19 Oktober 2021.
Di pasar kredit, penurunan SBDK (suku bunga dasar kredit) perbankan terus berlanjut, diikuti penurunan suku bunga kredit baru. Aktivitas ekonomi dan mobilitas masyarakat yang meningkat mendorong perbaikan persepsi risiko perbankan, sehingga berdampak positif bagi penurunan suku bunga kredit baru.
“Bank Indonesia tetap mengharapkan perbankan untuk terus melanjutkan penurunan suku bunga kredit sebagai bagian dari upaya bersama untuk mendorong kredit kepada dunia usaha,” tutur Gubernur Bank Indonesia.
Perry Warjiyo menjelaskan bahwa ketahanan sistem keuangan tetap terjaga dan fungsi intermediasi perbankan mengalami perbaikan secara bertahap. Rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) perbankan Agustus 2021 tetap tinggi sebesar 24,38 persen, dan rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) tetap terjaga, yakni 3,35 persen (bruto) dan 1,08 persen (neto).
|Baca juga: Prospek Pasar Modal 2021, Menangkap Cuan dari Banjir Likuiditas Global
Intermediasi perbankan melanjutkan pertumbuhan positif yaitu sebesar 2,21 persen yoy pada September 2021. Permintaan kredit membaik, terutama dari dunia usaha dan konsumsi sejalan dengan meningkatnya aktivitas masyarakat. Dari sisi penawaran, standar penyaluran kredit oleh perbankan melonggar seiring dengan menurunnya persepsi risiko, di samping sangat longgarnya likuiditas dan penurunan suku bunga kredit baru.
Seluruh kelompok penggunaan kredit telah tumbuh positif, terutama kredit konsumsi dan kredit modal kerja. Kenaikan kredit yang lebih tinggi tercatat pada kredit pemilikan rumah (KPR), yaitu sebesar 8,67 persen pada September 2021. Demikian pula, pertumbuhan kredit UMKM meningkat menjadi sebesar 2,97 persen yoy, menunjukkan perbaikan lebih lanjut dunia usaha pada sektor UMKM.
“Bank Indonesia akan terus melanjutkan kebijakan makroprudensial yang akomodatif untuk mendorong peningkatan kredit perbankan. Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan kredit pada 2021 diprakirakan pada kisaran 4-6 persen dan pertumbuhan DPK pada kisaran 7-9 persen,” kata Gubernur BI, Perry Warjiyo.
Di sisi lain, Bank Indonesia terus mempercepat digitalisasi sistem pembayaran untuk mendukung akselerasi ekonomi keuangan digital nasional. Berbagai program digitalisasi sistem pembayaran, seperti perluasan QRIS, Standar Nasional Open API Pembayaran (SNAP) dan reformasi regulasi, serta rencana implementasi BI-FAST, terus diakselerasi. Transaksi ekonomi dan keuangan digital tumbuh terus seiring meningkatnya akseptasi dan preferensi masyarakat untuk berbelanja daring, perluasan dan kemudahan sistem pembayaran digital, serta akselerasi digital banking.
Nilai transaksi uang elektronik (UE) sampai dengan kuartal III/2021 meningkat 45,05 persen yoy menjadi Rp209,81 triliun, dan diproyeksikan meningkat 38,75 persen yoy hingga mencapai Rp284 triliun untuk keseluruhan tahun 2021. Demikian pula, nilai transaksi digital banking sampai dengan kuartal III/2021 meningkat 46,72 persen yoy menjadi Rp28.685,48 triliun, dan diproyeksikan tumbuh 43,04 persen yoy mencapai Rp39.130 triliun untuk keseluruhan tahun 2021.
Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah dengan pelaksanaan uji coba digitalisasi bantuan sosial (bansos) serta optimalisasi dan percepatan penyaluran bansos. Di sisi tunai, uang kartal yang diedarkan (UYD) pada September 2021 tumbuh 10,44 persen yoy mencapai Rp841,73 triliun. BI terus memastikan ketersediaan uang di seluruh wilayah Indonesia, dengan penguatan strategi distribusi uang dan pembukaan kembali layanan kas seiring dengan pelonggaran kebijakan pembatasan mobilitas di masing-masing daerah.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News