Media Asuransi, JAKARTA – Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada 16-17 Januari 2024 memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate sebesar 6,00 persen. Suku bunga Deposit Facility dipertahankan sebesar 5,25 persen dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75 persen.
“Keputusan mempertahankan BI-Rate pada level 6,00 persen tetap konsisten dengan fokus kebijakan moneter yang pro-stability, yaitu untuk penguatan stabilisasi nilai tukar rupiah serta langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam sasaran 2,5 persen plus-minus satu persen pada tahun 2024,” kata Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam jumpa pers secara hybrid, Rabu, 17 Januari 2024.
Sementara itu, kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran akan dipertahankan BI untuk tetap pro-growth, guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kebijakan makroprudensial longgar terus ditempuh untuk mendorong kredit dan pembiayaan perbankan kepada dunia usaha dan rumah tangga.
|Baca juga: Rupiah Melemah 1,24% Ytd, BI Yakin ke Depan akan Menguat Lagi
Akselerasi digitalisasi sistem pembayaran, termasuk digitalisasi transaksi keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, juga terus didorong. Hal ini untuk meningkatkan volume transaksi dan memperluas inklusi ekonomi-keuangan digital.
“Bank Indonesia terus memperkuat bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” tegas Perry Warjiyo.
Bauran kebijakan itu meliputi upaya berikut ini: pertama, stabilisasi nilai tukar Rupiah melalui intervensi di pasar valas pada transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), dan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder. Kedua, penguatan strategi operasi moneter yang pro-market untuk efektivitas kebijakan moneter, termasuk optimalisasi Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI).
Ketiga, penguatan kebijakan transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) dengan fokus pada suku bunga kredit per sektor ekonomi. Keempat, akselerasi digitalisasi sistem pembayaran dan perluasan kerja sama antarnegara guna mendorong inklusi ekonomi keuangan dan memperluas Ekonomi Keuangan Digital (EKD).
Akselerasi ini dilakukan melalui:
1.Sinergi kegiatan kampanye perluasan digitalisasi antarinisiatif sistem pembayaran antara lain “QRIS Jelajah Indonesia”, Kartu Kredit Indonesia (KKI), dan Elektronifikasi Transaksi Pemerintah Daerah (ETPD) di daerah prioritas.
2.Perluasan implementasi QRIS, antara lain dengan tindak lanjut penyelarasan strategi pencapaian target QRIS.
3.Perluasan implementasi KKI segmen Pemerintah (Pusat dan Daerah) disertai dengan monitoring yang lebih intensif.
Kelima, penguatan dan perluasan kerja sama internasional dengan bank sentral dan otoritas negara mitra, khususnya di area kebanksentralan termasuk mempercepat konektivitas pembayaran dan Local Currency Transactions (LCT), serta memfasilitasi promosi investasi, perdagangan, dan pariwisata di sektor prioritas bekerja sama dengan instansi terkait.
|Baca juga: Rupiah Babak Belur Dihantam Dolar AS, Begini Tanggapan Pengamat!
Gubernur BI menambahkan, untuk menjaga stabilitas makrekonomi dan mendukung pertumbuhan ekonomi, koordinasi kebijakan Bank Indonesia dan kebijakan Pemerintah terus ditingkatkan. Bank Indonesia memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan mitra strategis. Termasuk program Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah dalam Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID).
Selain itu, Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Transaksi Pemerintah Pusat dan Daerah (P2DD). Sinergi kebijakan antara Bank Indonesia dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) juga diperkuat dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendorong kredit dan pembiayaan kepada dunia usaha, khususnya pada sektor-sektor prioritas.
Editor: S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News