Media Asuransi, JAKARTA – Lemahnya prospek perekonomian global diperkirakan akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia masih akan bergantung pada aktivitas di dalam negeri.
Melalui Mirae Asset Sekuritas Indonesia Macro Update bertajuk Macro Update – 2Q23 GDP update: Consistently beating expectation, ekonom Rully Arya Wisnubroto menjelaskan pertumbuhan PDB Indonesia pada kuartal II/2023 meningkat menjadi 5,17% YoY (vs 5,03% YoY di kuartal I/2023), melampaui konsensus 5,0% YoY tetapi sedikit di bawah ekspektasi Mirae di 5,34% YoY.
|Baca juga: BI Menilai Ekonomi Indonesia Tumbuh Tinggi pada Kuartal II/2023
Berdasarkan komponen pengeluaran, jelas dia, konsumsi rumah tangga, pembentukan modal tetap bruto, dan belanja pemerintah menunjukkan pertumbuhan yang lebih tinggi pada kuartal II/2023, masing-masing mencatat 5,23% YoY, 4,63% YoY, dan 10,62% YoY. Beberapa industri mengalami pertumbuhan yang signifikan, terutama yang terkait erat dengan mobilitas masyarakat. “Sektor-sektor seperti transportasi dan pergudangan mengalami pertumbuhan sebesar 15,28% YoY. Selain itu akomodasi, makanan, dan minuman mencatat pertumbuhan 9,89% YoY.”
Ke depan, Rully menjelaskan lemahnya prospek perekonomian global menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia masih akan sangat bergantung pada aktivitas di dalam negeri. Kami mempertahankan ekspektasi pertumbuhan PDB yang lebih rendah tahun ini, yang diproyeksikan sebesar 4,88% YoY (vs 5,31% YoY pada tahun 2022).
Sembari menghadapi prospek ekonomi global yang masih lemah, jelas dia, perlu disadari akan tidak adanya faktor musiman seperti pada kuartal II/2023, yang ditandai dengan lonjakan konsumsi rumah tangga pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Data historis menunjukkan bahwa kuartal-kuartal berikutnya laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga akan melambat.
“Kami berharap belanja pemerintah akan terus memberikan kontribusi positif bagi perekonomian Indonesia. Pada semester I/2023, pemerintah mampu mempertahankan surplus yang cukup solid sebesar Rp152,3 triliun, atau 0,7% terhadap PDB (vs Rp91,3 triliun, atau 0,5% terhadap PDB pada semester I/2022).
Realisasi belanja pemerintah pada semester I/2023 belum mencapai level optimal. Realisasi belanja baru mencapai Rp1.226,7 triliun (41,0% dari target FY23). Surplus yang dicapai memberi fleksibilitas kepada pemerintah untuk menerapkan kebijakan ekspansif. “Meningkatkan pengeluaran pemerintah dapat berfungsi sebagai katalis tidak hanya untuk konsumsi rumah tangga tetapi juga untuk investasi.”
Editor: Achmad Aris
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News