Media Asuransi, JAKARTA – Lembaga pemeringkat Fitch kembali mempertahankan Sovereign Credit Rating Republik Indonesia pada BBB (investment grade) dengan outlook stabil, pada 14 Desember 2022. Keputusan ini mempertimbangkan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka menengah yang baik serta rasio utang pemerintah terhadap PDB yang rendah.
Pada sisi lain, Fitch melihat masih ada beberapa tantangan yang perlu direspons, yaitu penerimaan Pemerintah yang masih rendah serta beberapa indikator struktural seperti indikator tata kelola, yang relatif lebih rendah dibandingkan negara-negara lain pada peringkat yang sama.
Fitch sebelumnya mempertahankan Sovereign Credit Rating Indonesia pada BBB dengan outlook Stabil pada 28 Juni 2022.
Menanggapi keputusan Fitch tersebut, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, menyatakan bahwa afirmasi rating Indonesia pada peringkat BBB dengan outlook stabil menunjukkan keyakinan kuat pemangku kepentingan internasional atas stabilitas makroekonomi dan prospek ekonomi jangka menengah Indonesia yang tetap terjaga. Menurut Perry, kepercayaan dunia internasional ini didukung oleh kredibilitas kebijakan yang tinggi dan sinergi bauran kebijakan yang kuat antara pemerintah dan Bank Indonesia di tengah ketidakpastian ekonomi global yang masih tinggi dan peningkatan risiko stagflasi seiring kenaikan suku bunga kebijakan secara global.
|Baca juga: R&I Pertahankan Rating Indonesia BBB+, Bos BI Tegaskan Stabilitas Ekonomi RI Terjaga
“Bank Indonesia akan terus mencermati perkembangan ekonomi dan keuangan global dan domestik, merumuskan dan melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan terjaganya stabilitas makroekonomi dan stabilitas keuangan, termasuk penyesuaian lebih lanjut stance kebijakan, serta terus memperkuat sinergi dengan pemerintah untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional,” katanya dalam keterangan resmi yang dikutip Kamis, 15 Desember 2022.
Pada laporan yang dirilis Rabu, 14 Desember 2022, Fitch menilai pemulihan ekonomi Indonesia akan berlanjut dan diperkirakan tumbuh 5,2 persen pada tahun 2022. Menghadapi permintaan global yang melemah, suku bunga yang tinggi, dan harga komoditas yang menurun, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2023 diperkirakan tumbuh melambat menjadi 4,8 persen. Dalam jangka menengah, pertumbuhan ekonomi diperkirakan mencapai 5,6 persen pada tahun 2024, didukung oleh dampak positif dari implementasi UU Cipta Kerja terhadap kenaikan investasi, serta komitmen pembangunan infrastruktur yang terus berlanjut, termasuk pembangunan ibu kota baru (IKN) di Kalimantan Timur.
Pada sisi eksternal, setelah mencatat surplus transaksi berjalan pada dua tahun terakhir, Fitch memperkirakan transaksi berjalan akan mencatat defisit sebesar 0,8 persen dari PDB pada tahun 2023. Penanaman modal asing (PMA) secara gradual diperkirakan terus meningkat, sehingga diharapkan dapat mendorong ekspor sektor manufaktur dan kelanjutan aktivitas hilirisasi. Terkait perkembangan harga, penerapan kebijakan moneter ketat diperkirakan mampu menurunkan inflasi sehingga mencapai kisaran sasaran 3 persen plus-minus 1 persen pada akhir tahun 2023.
Fitch memandang pemerintah akan mengembalikan defisit fiskal menjadi di bawah batas atas 3 persen dari PDB pada tahun 2023. Defisit fiskal menunjukkan penurunan yang berlanjut yaitu dari 4,6 persen dari PDB pada tahun 2021 menjadi 3,4 persen dari PDB pada tahun 2022 dan 2,9 persen dari PDB pada tahun 2023. Hal ini menjadikan Indonesia menjadi salah satu negara pertama di kawasan Asia Pasifik yang berhasil mengembalikan defisit fiskal pada level sebelum pandemi.
Beberapa kebijakan untuk mendorong penerimaan pemerintah, termasuk kenaikan PPN pada 1 April 2022 turut mendukung perbaikan kinerja keuangan pemerintah. Dengan perkembangan tersebut, Fitch memperkirakan utang pemerintah berada pada tren yang menurun mencapai 41,1 persen dari PDB pada tahun 2023, dan jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara lain pada peringkat yang sama yakni 55,6 persen dari PDB.
Editor: S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News