1
1

Hadapi Tantangan Global, Indonesia Dorong Kolaborasi Bilateral, Regional, dan Multilateral 

Media Asuransi, Washington DC – Setelah rampung memimpin pertemuan FMCBG G20 terakhir pada 12-13 Oktober lalu, Menteri Keuangan dan jajaran lanjut melakukan sejumlah kegiatan pada hari kelima rangkaian pertemuan tahunan IMF–World Bank.

Pertemuan-pertemuan tersebut yaitu IMF Committee Breakfast Meeting, pertemuan dengan Moody’s Anne Van Praagh dan Marie Diron, 2022 Institute of International Finance (IIF) Annual Membership Meeting (AMM), pertemuan dengan World Bank Regional Vice President for East Asia and Pacific, Manuela V Ferro dan Vice President for Human Development, Mamta Murthi, pertemuan bilateral dengan Menteri Keuangan Selandia Baru, Grant Robertson, pertemuan dengan Gubernur Japan Bank for International Cooperation, Nobuyitsu Hayashi, pertemuan dengan Presiden Bank Pembangunan Islam (IsDB), Muhammad Sulaiman Al Jasser, pertemuan bilateral dengan Menteri Keuangan Luksemburg Laurent Backes, serta memberikan pidato penutup pada IMF Annual Roundtable of ASEAN Finance Ministers and Central Bank Governors (AFMGM).

Dalam agenda IMFC Breakfast, MD IMF, Kristalina Georgieva dan Presiden WB, David Malpass menyampaikan bahwa dunia sedang menghadapi risiko fragmentasi tahun ini dan tahun yang akan datang akibat krisis pangan, krisis energi, dan juga inflasi yang terus meningkat. Peran menteri keuangan dan gubernur bank sentral di seluruh dunia menjadi begitu vital dalam mengambil langkah- langkah serta mendesain kebijakan-kebijakan fiskal dan moneter yang mampu meredam dampak risiko fragmentasi ini.

“Saat ini, kami percaya bahwa setidaknya ada empat prioritas yang harus menjadi fokus negara-negara saat ini. Pertama, memerangi tekanan inflasi sebagai akar penyebab ketidakstabilan ekonomi saat ini, memberikan bantuan fiskal yang tepat sasaran khususnya bagi kelompok rentan, terus membangun kesinambungan pertumbuhan jangka panjang yang lebih kuat melalui reformasi struktural yang komprehensif, serta penguatan semangat multilateralisme, kerja sama, dan solidaritas,” jelas Menkeu Sri Mulyani Indrawati.

|Baca juga: IMF: Ekonomi Kawasan Asia Tenggara Nikmati Pemulihan yang Kuat

Dalam kesempatan ini, Menkeu memastikan bahwa Indonesia akan terus menjaga dan mendesain kebijakan-kebijakan menjaga masyarakat dan mendorong denyut perekonomian.

Selanjutnya, Menkeu, Anne Van Praagh, dan Marie Diron membahas mengenai prospek perekonomian Indonesia ke depan dengan adanya kondisi peningkatan risiko global dalam pertemuan dengan Moody’s. Pada penilaian terakhir, 10 Februari 2022, tahun ini, Moody’s yang merupakan lembaga pemeringkat terkemuka internasional memberikan Indonesia predikat sebagai negara dengan perekonomian yang cukup stabil di tengah situasi global yang bergejolak.

Dalam 2022 Institute of International Finance (IIF) Annual Membership Meeting (AMM), Menkeu membahas berbagai isu yang menjadi perhatian Indonesia maupun dunia, yaitu market outlook, kepemimpinan global, transisi energi berkelanjutan, dan transformasi digital. Terkait market outlook, Indonesia terus melakukan bauran kebijakan untuk mengatasi potensi guncangan di pasar keuangan.

Pemerintah Indonesia memperkuat fundamental ekonomi melalui akselerasi pemulihan ekonomi nasional untuk meningkatkan kepercayaan investor. Ketika membahas kepemimpinan global, Indonesia yang saat ini menjabat sebagai Presidensi G20 telah berhasil mencapai tiga agenda prioritas G20, yaitu arsitektur kesehatan global, transformasi digital, dan transisi energi di tengah situasi global yang sulit.

Sebagai Ketua ASEAN pada 2023 mendatang, Indonesia akan menjawab tantangan untuk mewujudkan integrasi ekonomi regional sekaligus menghadapi tantangan global dan mendorong kepentingan nasional yang tertuang dalam Priority Economic Deliverables (PEDs). Terkait transisi energi, Indonesia sedang dalam tahap implementasi Energy Transition Mechanism (ETM) bersama ADB.

Bagian penting dari transisi energi adalah dukungan investasi terkait inovasi teknologi dan pendanaan untuk negara berkembang melalui komitmen mobilisasi dana USD 100 miliar dari negara maju (Newly Collective Quantified Goals). Terakhir terkait transformasi digital, Menkeu menyampaikan bahwa digitalisasi merupakan perangkat penting yang membantu industri dan sektor untuk mencapai tujuan pembangunan, termasuk mitigasi perubahan iklim.

|Baca juga: Krisis Ekonomi Makin Dekat, Ini Investasi yang Diramal Bakal Cuan

Dalam pertemuan dengan World Bank Regional Vice President for East Asia and Pacific, Manuela V Ferro dan Vice President for Human Development, Mamta Murthi, Menkeu membahas berbagai agenda penting Indonesia, di antaranya perkembangan dan prospek makroekonomi, reformasi sektor keuangan yang sedang dilakukan Indonesia melalui Rancangan Undang-Undang Penguatan dan Pengembangan Sektor Keuangan, instrumen harga karbon, kesiapsiagaan pandemi dan Dana Perantara Keuangan (Financial Intermediary Fund/FIF) yang dikelola World Bank, serta sistem perlindungan sosial.

Menkeu mengapresiasi berbagai dukungan yang diberikan World Bank, termasuk dalam reformasi perlindungan sosial Indonesia termasuk inisiatif baru untuk memberikan perlindungan sosial untuk mengatasi aging population. Ke depan, Pemerintah Indonesia mengharapkan kerja sama ini terus berlanjut dan menguat.

Pada hari ini, Menkeu Sri Mulyani melakukan pertemuan bilateral dengan dua Menkeu secara terpisah, yakni Menteri Keuangan Luksemburg, Laurent Backes dan Menteri Keuangan Selandia Baru, Grant Robertson. Dalam pertemuan dengan Menkeu Backs, kedua Menkeu membahas situasi geopolitik dan ekonomi saat ini, prioritas sektor keuangan, dan kerja sama keuangan berkelanjutan dalam Koalisi Menteri Keuangan untuk perubahan iklim yang saat ini diketuai bersama Indonesia dan Finlandia.

Menkeu Sri Mulyani dan Menkeu Backs sepakat bahwa mitigasi perubahan iklim butuh komitmen kolektif yang kuat meski di tengah kondisi global yang tidak menentu. Kedua negara berkomitmen untuk memperkuat berkolaborasi mitigasi perubahan iklim dalam kerangka Koalisi.

Sementara itu, pertemuan Menkeu Sri Mulyani dengan dengan Menkeu Robertson membahas mengenai Multilateral Development Banks (MDB) termasuk kerja sama dalam ADB, perubahan iklim dan transisi yang adil, serta Kerangka Ekonomi Indo-Pasifik (Indo-Pacific Economic Framework/IPEF).

Dalam pertemuan Menkeu Sri Mulyani dengan Gubernur JBIC Nobuyitsu Hayashi, Gubernur Hayashi mengusulkan kerja sama terkait ETM Country Platform Indonesia dan Green Engagement towards Carbon Neutrality Indonesia. Menkeu menegaskan komitmen kuat Indonesia untuk menghadapi perubahan iklim dan menyambut baik mekanisme pembiayaan inovatif untuk pembiayaan perubahan iklim, termasuk pembiayaan untuk mendukung ETM. Menkeu mengapresiasi kerja sama yang kuat antara JBIC dan Indonesia dan berharap JBIC terus memberi dukungan baik berupa pembiayaan, investasi, dan konsultasi teknis untuk pembangunan proyek infrastruktur Indonesia.

|Baca juga: Krisis Inggris Makin Parah, Banyak Dana Pensiun Kolaps

Selanjutnya, Menkeu Sri Mulyani kembali bertemu dengan Presiden ISDB Muhammad Sulaiman Al Jasser setelah terakhir bertemu pada Sidang Tahunan IsDB bulan Juni lalu. Pada kesempatan ini, Menkeu dan Presiden Al Jasser membahas mengenai ETM, ketahanan pangan, kepemilikan saham Indonesia di IsDB, dan kerja sama kuat antara Indonesia dengan IsDB. Menkeu menggunakan kesempatan ini untuk meminta IsDB meningkatkan perannya terutama terkait penguatan institusional dalam pengembangan kebijakan, terutama terkait keuangan syariah.

Sebagai agenda terakhir, Menkeu memberikan pidato penutup dalam pertemuan IMF-ASEAN Roundtable. Dalam forum ini, para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral negara anggota ASEAN membahas mengenai upaya para pembuat kebijakan untuk menyeimbangkan antara menekan inflasi dan mendorong pemulihan ekonomi, ketahanan ASEAN terhadap kebijakan pengetatan moneter Amerika Serikat dan kawasan Eropa, cara menggunakan kebijakan makroprudensial untuk menghadapi kebijakan normalisasi moneter Amerika Serikat dan kawasan Eropa, dan burden sharing antara kebijakan fiskal dan moneter. Dalam intervensinya, Menkeu menyampaikan bahwa ASEAN harus terus melindungi perekonomian dari dampak negatif dinamika global.

“Dalam Laporan World Economic Outlook (Oktober 2022), IMF telah merevisi turun prospek pertumbuhan ASEAN-5 pada tahun 2023 sebesar 0,2 poin persentase menjadi 4,9%. Sebagian besar negara di kawasan ini diproyeksikan tumbuh lebih lambat pada tahun 2023 dari yang diperkirakan semula karena permintaan global yang melambat. Namun, secara keseluruhan prospek wilayah ini tetap relatif lebih baik daripada banyak wilayah lainnya,” jelas Menkeu.

Untuk mempertahankan pemulihan, ASEAN harus terus memprioritaskan kebijakan yang melindungi daya beli rumah tangga di tengah kenaikan harga, memberikan kepercayaan kepada sektor bisnis, dan bertujuan membangun fondasi yang lebih kuat untuk pembangunan jangka menengah dan panjang melalui reformasi struktural.

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Makin Canggih, Akhir Tahun Ini Masuk Tol Tanpa Berhenti dan Buka Kaca
Next Post Rating Bank Jateng Ditegaskan idA-

Member Login

or