1
1

Harga Minyak Jeblok, Ini Penyebabnya

Ilustrasi. | Foto: Ist

Media Asuransi, JAKARTA – Harga minyak dunia turun. Bukan sembarang turun, tetapi ambles. Pada Rabu (6/7) pukul 06:51 WIB, harga minyak jenis brent berada di US$ 104,41/barel. Anjlok 8,01% dari posisi hari sebelumnya.

Sementara yang jenis light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) harganya US$ 101,03/barel. Berkurang 6,82%. Saat penutupan perdagangan kemarin, brent dan light sweet ambrol masing-masing 9,5% dan 8,2%. Ini menjadi koreksi harian terparah sejak 9 Maret lalu.

Baca juga: Lippo General Insurance (LPGI) Bagi Dividen Rp100 Miliar

“Satu-satunya hal yang bisa dijelaskan adalah ketakutan akan resesi. Anda bisa merasakan tekanannya,” ujar Robert Yawger, Director of Energy Futures di Mizuho, seperti dikutip dari Reuters.

Pasar khawatir terhadap laju inflasi di berbagai negara yang seakan tidak terkendali, naik gila-gilaan. Di negara-negara anggota OECD, misalnya, inflasi pada Mei tercatat 9,6% year-on-year (yoy). Ini adalah rekor tertinggi sejak 1988.

Di Amerika Serikat (AS), laju inflasi pada periode yang sama adalah 8,6% yoy. Rekor tertinggi sejak 1981.

Baca juga: BPJS Kesehatan Berlakukan Layanan Satu Kelas

Inflasi yang semakin tinggi akan membuat bank sentral menjadi ‘ganas’. Kebijakan moneter diketatkan secara agresif, suku bunga acuan dinaikkan.

Kenaikan suku bunga acuan memang bertujuan mulia, untuk mengendalikan dan menjangkar ekspektasi inflasi. Sebab kenaikan suku bunga akan membuat jumlah uang beredar turun, sehingga nilai uang tidak berkurang. Ingat, inflasi pada dasarnya adalah penurunan nilai uang.

Namun kenaikan suku bunga punya ‘efek samping’. Biaya ekspansi rumah tangga dan dunia usaha akan ikut naik. Ketika ekspansi itu terhambat, maka ekonomi akan melambat. Bahkan bukan tidak mungkin akan terjadi kontraksi alias pertumbuhan negatif.

Saat ekonomi mengalami kontraksi selama dua kuartal beruntun, itu namanya resesi. Risiko itulah yang tengah menjadi kekhawatiran dunia.

Resesi berarti ekonomi menjadi lesu. Kelesuan ekonomi akan membuat permintaan energi berkurang sehingga harga kemudian turun. Ini yang sedang terjadi di pasar minyak.

“Pasar komoditas tidak akan memaafkan Anda ketika terjadi resesi. Saat pasokan melebihi permintaan,” ujar Andrew Lipow, Presiden Lipow Oil Associates, sebagaimana diwartakan Reuters. Aha

 

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Lippo General Insurance (LPGI) Bagi Dividen Rp100 Miliar
Next Post Aplikasi Mobile Payuung Luncurkan Produk Talangan Dana Haji

Member Login

or