1
1

Kenaikan BI Rate 50 bps Dinilai Cukup Agresif dan Antisipatif

Gedung Bank Indonesia. | Foto: Media Asuransi/Arief Wahyudi

Media Asuransi, JAKARTA – Keputusan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia 20 Oktober 2022 yang memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 bps menjadi 4,75 dan, suku bunga Deposit Facility sebesar 50 bps menjadi 4,00 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 50 bps menjadi 5,50 persen, dinilai ekonom sebagai keputusan yang tepat, taktis, dan timely.

“Jelas keputusan ini menyiratkan langkah BI yang front loaded, pre-emptive, dan forward looking, terutama untuk menurunkan ekspektasi inflasi yang saat ini terlalu tinggi (overshooting) berkisar 6-7 persen pasca kenaikan harga BBM yang lalu dan sekaligus memastikan inflasi inti ke depan kembali ke dalam sasaran 3,0±1 persen, dengan jangkar 3 persen, lebih awal dari perkiraan semula yaitu menjadi ke paruh atau semester pertama 2023,” kata Ryan Kiryanto, Ekonom dan CoFounder & Dewan Pakar Institute of Social, Economic and Digital/ISED.

|Baca juga: BI 7-Day Reverse Repo Rate Naik 50 bps Menjadi 4,75 persen

Menurut Ryan, tak kalah pentingnya, keputusan BI tersebut juga dimaksudkan untuk menjaga dan memperkuat kebijakan upaya menstabilkan pergerakan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS agar sesuai dengan nilai fundamentalnya. Yakni kinerja perekonomian yang stabil dan terus tumbuh positif, akibat semakin kuatnya mata uang dolar AS terhadap mata uang di seluruh dunia dan tingginya ketidakpastian pasar keuangan global karena ekses perang di Ukraina di tengah peningkatan permintaan ekonomi domestik yang tetap cukup kuat karena konsumsi rumah tangga yang tumbuh stabil di atas 5 persen yoy dalam tiga kuartal terakhir ini.

“Dalam hal ini, sebenarnya deperesiasi rupiah terjadi karena faktor sentimen, bukan karena faktor fundamental. Ini karena The Fed menaikkan FFR sangat agresif, untuk memerangi inflasi yang sempat menyentuh 9 persen supaya turun ke target 2 perrsen, sehingga imbal hasil dalam dolar AS meningkat tajam yang mendorong para pemilik dana atau investor memburu dolar AS sebagai safe heaven investment di saat situasi ketidakpsstian global meningkat,” kata Ryan.

Ditambahkan bahwa dengan kenaikan FFR yang agresif, 325 bps dari posisi sebelumnya 0-25 bps sedangkan bank sentral negara lain, termasuk BI menaikkan suku bunga acuan dalam besaran basis poun yang lebih kecil, yakni 75 bps menjadi 4,25 persen saat ini, sebelum naik lagi sebesar 50 bps menjadi 4,75 persen hari ini. “Sehingga selisih FFR dgn BI Rate menjadi hanya 150 bps atau 1,5 persen, sementara sebelumnya berkisar 250-300 bps,” jelasnya.

Maka, investor terdorong untuk pegang dolar AS. Apalagi outlook FFR bakal naik lagi ke kisaran 4,0 persen-4,25 persen di akhir tahun ini. “Melemahnya rupiah yang cukup tajam akhir-akhir ini memang anomali karena sejatinya fundamental ekonomi Indonesia relatif lebih baik dibandingkan AS, tetapi karena faktor sentimen global yg membuat Rupiah dan mata uang lainnya baik di negara maju maupun negara berkembang terkoreksi oleh dolar AS yang menciptakan fenomena baru, yakni super strong US Dollar saat ini,” kata Ryan Kiryanto.

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Literasi Asuransi Untuk Negeri, “Kenali, Pahami, Miliki”
Next Post Benahi Asuransi yang Sakit Sebelum LPP Menjalankan Tugas

Member Login

or