Media Asuransi, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) memperkirakan bahwa ketidakpastian global tetap tinggi akibat kebijakan tarif impor Amerika Serikat (AS) yang makin luas. Ketidakpastian ini berdampak ke pasar keuangan global yang antara lain ditandai dengan melemahnya indeks mata uang dolar AS.
“Di AS, kebijakan tarif impor berdampak pada laju pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat di tengah meningkatnya pemberian insentif fiskal, sementara laju penurunan inflasi tidak secepat yang diprakirakan,” kata Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam jumpa pers secara daring, Rabu, 19 Maret 2025.
|Baca juga: Bank Indonesia Putuskan untuk Pertahankan BI-Rate Tetap 5,75%
Dia jelaskan, ekonomi Eropa, Jepang, dan India juga terkena dampak rambatan kebijakan tarif impor AS tersebut di tengah permintaan domestik yang belum meningkat akibat keyakinan usaha yang rendah dan ekspor yang melambat.
Sementara itu, pelemahan pertumbuhan ekonomi China sebagai akibat kebijakan tarif impor AS tertahan dengan kebijakan pelebaran defisit fiskal 2025 dari yang ditargetkan. “Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi dunia pada 2025 diprakirakan sebesar 3,2 persen,” tuturnya.
|Baca juga:Bank Indonesia Tambah Jadwal Layanan Penukaran Uang Rupiah
Di pasar keuangan global, ketidakpastian masih berlanjut diwarnai oleh penurunan yield US Treasury dan melemahnya indeks mata uang dolar AS (DXY) di tengah ketidakpastian penurunan Fed Funds Rate (FFR). “Aliran modal global yang semula terkonsentrasi ke AS bergeser sebagian ke komoditas emas dan obligasi di negara maju dan negara berkembang,” jelas Perry.
Sementara itu, portofolio investasi saham masih terkonsentrasi ke negara maju kecuali AS, dan belum masuk ke negara Emerging Market (EM). “Tetap tingginya ketidakpastian global tersebut memerlukan respons kebijakan yang tepat dan terkoordinasi dengan baik untuk memperkuat ketahanan eksternal, menjaga stabilitas, dan mendorong pertumbuhan ekonomi domestik,” katanya.
Editor: S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News