Media Asuransi, JAKARTA – Angka perdagangan ekspor Indonesia pada tahun 2022 mengalami peningkatan yang signifikan dengan nilai ekspor mencapai US$268 miliar. Peningkatan ekspor tersebut didukung dari berbagai komoditas utama seperti besi baja, bahan bakar fosil, dan minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO).
Hal itu disampaikan oleh Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, dalam keterangan pers, Rabu 11 Januari 2023, di Kantor Presiden, Jakarta, usai mengikuti Rapat Terbatas (Ratas) mengenai Evaluasi Capaian Ekspor Tahun 2022 dan Target Tahun 2023 yang dipimpin oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).
“Batu bara bisa mengompensasi impor dari minyak sehingga kita di bidang energi ini positif sebesar hampir US$6,8 billion secara year to date, sedangkan iron and steel US$29 billion, dan CPO sekitar US$30 billion. Sehingga tentu ini menunjukkan bahwa ekspor Indonesia relatif kuat,” kata Airlangga, dilansir dari laman setkab.
Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekspor pada tahun 2023 harus tetap tumbuh positif meski lebih lambat daripada tahun lalu. Menurut Airlangga, pemerintah memproyeksikan nilai ekspor naik di 12,8 persen dan nilai impor di 14,9 persen.
|Baca juga: Perluas Ekspor Non-tradisional, Indonesia dan EAEU Luncurkan Perundingan Dagang
“Tahun 2022 ekspor kita tumbuh 29,4 persen, impor tumbuh 25,37 persen. Tahun depan (2023) diproyeksikan ekspornya, karena kita basisnya sudah tinggi, itu ekspornya naik di 12,8 (persen), impornya 14,9 persen,” ujarnya.
Airlangga mengungkapkan, di dalam ratas Presiden Jokowi menginstruksikan agar pertumbuhan ekspor yang positif ini diikuti dengan peningkatan cadangan devisa. Presiden juga meminta agar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam dapat diperbaiki.
“Saat ini hanya sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan yang diwajibkan masuk dalam negeri. Nah ini kita akan masukkan juga beberapa sektor termasuk sektor manufaktur. Jadi dengan demikian, kita akan melakukan revisi (PP Nomor 1 Tahun 2019), sehingga tentu kita berharap peningkatan ekspor dan juga surplus neraca perdagangan akan sejalan dengan peningkatan dari cadangan devisa,” kata Airlangga.
Mengenai negara tujuan ekspor, Airlangga menyampaikan bahwa China masih menjadi negara dengan pangsa pasar yang tertinggi, diikuti Amerika Serikat, India, Jepang, serta Malaysia. Nilai perdagangan antarnegara anggota ASEAN (intra-ASEAN trade) juga masih cukup tinggi.
“Ini menjadi potensi bagi Indonesia untuk memperkuat pangsa pasar Indonesia di negara ASEAN dan berketetapan dengan Bapak Presiden memegang keketuaan ASEAN. Jadi ini menjadi prioritas yang diarahkan Bapak Presiden,” imbuhnya.
Selain itu, presiden mendorong jajarannya untuk mengeksplorasi dan membuka pasar non tradisional. “Bapak Presiden sudah mendorong pasar non tradisional, seperti di Afrika juga untuk dibuat dan dikejar, terutama di pantai timur melalui Nigeria dan di pantai barat itu Kenya. Dan, tentu LPEI (Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia) untuk didorong agar bisa membantu ekspor kita,” pungkasnya.
Editor: S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News