1
1

Perang Rusia-Ukraina akan Dorong Inflasi

Media Asuransi, JAKARTA – Perang Rusia-Ukraina meningkatkan risiko krisis energi dan ancaman inflasi. Kenaikan harga minyak mentah dunia yang sudah mencapai $122 per barel, 7 Maret 2022, akan berdampak pada biaya produksi yang meningkat di sisi produksi.

Hal ini disampaikan oleh peneliti INDEF, Eisha M Rachbini, dalam diskusi forum Twitter Space Didik J Rachbini bertajuk “Beban Fiskal dan Perang Rusia-Ukraina”, 7 Maret 2022.

“Perang Rusia dan Ukraina juga menyebabkan disrupsi global supply chain, yang dapat berdampak pada kenaikan harga pengiriman komoditas. Perang ini akan memberikan tekanan pada pemulihan ekonomi dunia, terutama di sisi penawaran dan sisi permintaan. Sehingga, risiko ke depan, ancaman inflasi dapat menurunkan daya beli masyarakat, serta dapat berisiko menghambat pertumbuhan ekonomi,” kata Eisha.

|Baca juga: Edwin Sebayang: Kemana Arah Inflasi Indonesia?

Lebih lanjut dia katakan bahwa perang Rusia-Ukraina secara tidak langsung memengaruhi stabilitas makro ekonomi dengan adanya kenaikan harga komoditas, termasuk minyak mentah bisa menyebabkan inflasi. “Karena dapat mendorong kenaikan biaya energi, juga biaya produksi dan harga-harga barang. Di saat daya beli belum dapat pulih seperti sebelum Covid-19, menjaga daya beli masyarakat menjadi prioritas utama pemerintah,” ujarnya.

Menurut Eisha, jika kenaikan harga ke depan persistent dan sangat terasa sekali terhadap daya beli masyarakat, maka subsidi berfungsi sebagai bantalan agar masyarakat tidak jatuh lebih dalam kemiskinan. Peran pemerintah memberikan bantalan atau safe guard untuk masyarakat yang memang perlu dibantu, yakni masyarakat kurang mampu, ketika shock terjadi akibat kenaikan harga. “Artinya, subsidi pemerintah akan naik,” tegasnya.

Kenaikan harga minyak dunia dan komoditas diyakini akan mempengaruhi anggaran pemerintah. “Alokasi anggaran untuk subsidi energi sekitar Rp134,02 triliun, yang terdiri dari subsidi jenis BBM tertentu dan LPG 3 kilogram sebesar Rp77,54 triliun dan subsidi listrik Rp56,47 miliar. Kenaikan harga minyak, akan berdampak pada pos anggaran negara, baik di sisi pendapatan maupun pengeluaran,” jelas Eisha M Rachbini.

Jika harga minyak bumi secara persistent di level yang tinggi di atas $100 per barel, maka harga bahan pokok meningkat. Kenaikan harga-harga yang tidak dapat dihindari akan membuat pemerintah melakukan tindakan, misalnya dalam bentuk intervensi harga, pemberian subsidi, bantuan sosial. Hal ini akan memberikan tekanan defisit APBN. “Sehingga perlu APBN perlu dikelola dengan tepat dan efisien, dengan memprioritaskan pemulihan ekonomi, menjaga daya beli masyarakat dan pertumbuhan ekonomi,” tuturnya.

Sementara itu, di sisi pasar keuangan ke depan masih menghadapi risiko uncertain. Terutama dengan adanya risiko inflasi dan perlambatan pertumbuhan karena perang ini, akan mengubah stance kebijakan dari Bank Central di negara maju, seperti AS dan EU.

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post MARKET REVIEW: Saham Pertambangan Menguat di Tengah Koreksi IHSG  
Next Post Ini Dia Top 5 Reksa Dana Return Tertinggi YTD 4 Maret 2022  

Member Login

or