Dengan cadangan nikel terbesar di dunia, Indonesia dinilai dapat menjadi penghasil utama baterai kendaraan listrik atau baterai electric vehicle (EV). Hal itu pun didorong dengan langkah pemerintah yang menyetop ekspor bijih nikel dan mengolah nikel melalui hilirisasi bernilai tambah.
“Indonesia memiliki potensi nikel terbesar di dunia, dan kebijakan yang diambil pemerintah saat ini adalah melalui permen ESDM tahun 2019 yang mempercepat larangan ekspor biji nikel mulai 2020,” ujar Eksekutif Senior Grup Kebijakan Sektor Jasa Keuangan Terintegrasi OJK, Greatman Rajab , dalam webinar bertajuk “Peluang dan Tantangan Industri Keuangan Dalam Mendukung Pembiayaan KBLBB”, Kamis, 17 November 2022.
|Baca juga: Bank Belum Banyak Salurkan Kredit untuk Kendaraan Listrik
Menurutnya ini adalah langkah yang tepat karena peluang untuk mengolah biji nikel secara mandiri akan sangat membantu pertumbuhan penghasil baterai di Indonesia dan memberikan keuntungan jauh lebih besar daripada hanya sebatas mengekspor bahan baku saja.
Lalu dilihat dari sisi pembuatan katoda baterai dan baterai selnya, Indonesia saat ini melalui konsorsium Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bersama LG Energi Solution, telah sepakat untuk membangun pabrik baterai integrasi senilai Rp142 triliun di Maluku dan Jawa Tengah. Selain itu sudah ada juga MoU investasi antara BUMN dan perusahaan China untuk membangun pabrik baterai senilai Rp85 triliun.
Greatman Rajab menambahkan bahwa saat ini pemerintah telah melakukan upaya untuk meningkatkan fasilitas penunjang tumbuhnya penggunaan kendaraan listrik tersebut “Sementara Itu dari sisi charging station, Perusahaan Listrik Negara (PLN) telah merencanakan road map untuk membangun lebih dari 1.500 stasiun pengisian baterai di seluruh Indonesia,” tuturnya.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News