Media Asuransi, JAKARTA – Realisasi APBN sampai akhir Juli 2022 mencatat surplus 0,57% terhadap PDB. Namun demikian, dengan perkembangan ekonomi dan kinerja APBN yang semakin baik, terutama dari sisi pendapatan negara yang meningkat tajam, defisit fiskal di akhir tahun 2022 diproyeksikan dapat kembali turun menjadi lebih rendah dari pada target Perpres 98/2022.
Penurunan defisit APBN membawa konsekuensi pada pembiayaan anggaran dan pembiayaan utang yang juga mengalami penurunan. Penyesuaian tersebut menunjukkan upaya APBN untuk adaptif dan responsif menghadapi risiko global sekaligus menjaga kesinambungan APBN untuk konsolidasi fiskal tahun 2023.
Realisasi pembiayaan utang sampai akhir Juli 2022 mencapai Rp236,9 triliun (25,1% dari pagu), turun 49,5% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu. Realisasi tersebut berasal dari Surat Berharga Negara (neto) sebesar Rp223,9 triliun dan pinjaman (neto) sebesar Rp13,0 triliun.
|Baca juga: Hingga Juli 2022, Pendapatan APBN Tercapai 68,4% dari Pagu
Pemerintah tetap mengutamakan penerbitan SBN domestik, antara lain melalui penerbitan SBN Ritel sebagai upaya berkelanjutan untuk meningkatkan partisipasi investor domestik. Di tahun 2022, pemerintah melanjutkan implementasi SKB I dan III, sekaligus sebagai tahun terakhir pelaksanaan SKB. SKB I yakni BI sebagai standby buyer telah tercapai sebesar Rp35,94 triliun, sementara realisasi SKB III yang diterbitkan pada bulan Juli mencapai Rp21,87 triliun.
Menghadapi peningkatan risiko global, pemerintah telah melakukan beberapa penyesuaian strategi pembiayaan melalui utang di tahun 2022, antara lain: (i) Optimalisasi SBN domestik melalui SKB III sepanjang semester II disesuaikan dengan realisasi belanja PEN, (ii) Penyesuaian target lelang SBN, (iii) Penyesuaian target SBN valas mempertimbangkan kondisi kas pemerintah dan dinamika pasar keuangan, (iv) Upsizing SBN Ritel yang juga sebagai upaya berkelanjutan untuk meningkatkan partisipasi investor domestik, dan (v) Penarikan Pinjaman Program yang fleksibel disesuaikan dengan kondisi pemenuhan pembiayaan pemerintah.
Melemahnya prospek pertumbuhan ekonomi global akibat berlanjutnya konflik geopolitik, meningkatnya risiko stagflasi, dan volatilitas pasar keuangan global menjadi faktor risiko yang harus diwaspadai. Di sisi lain, pemulihan ekonomi nasional menguat signifikan didorong oleh meningkatnya konsumsi masyarakat, investasi dan kinerja ekspor, perlu dijaga momentumnya.
|Baca juga: Survei Bank Indonesia: Peningkatan Penjualan Eceran Diprakirakan Terus Berlanjut
“Situasi-situasi ini terus akan kita monitor, tentu di dalam setiap pos dalam APBN juga akan tetap kita juga kelola secara sangat hati-hati, sehingga tujuan-tujuan nasional tetap terjaga yaitu pemulihan ekonomi, penciptaan kesempatan kerja lagi, kemudian penurunan kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi yang sehat yang kemudian disertai dengan stabilitas dari sisi harga,” kata Menkeu Sri Mulyani Indrawati.
APBN bulan Juli masih mencatatkan surplus, menjadi salah satu penopang bagi pemulihan ekonomi dan sentimen yang positif, serta menjaga kinerja ekonomi dengan melindungi masyarakat dari guncangan harga dan pelemahan ekonomi global. “APBN akan terus dipertahankan sebagai shock absorber dan pendukung konsolidasi fiskal 2023 dan akan kembali ke kebijakan defisit di bawah 3% PDB,” jelasnya.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News