Media Asuransi, JAKARTA – Meroketnya laju inflasi dan ekspektasi pergerakannya di dalam negeri membuat Bank Indonesia (BI) harus menaikkan suku bunga acuan lebih tinggi ke depannya. Pada Agustus lalu, BI telah menyesuaikan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 3,75%.
Xavier Jean, Senior Director, Southeast Asia, Corporate Ratings S&P Global Ratings, mengungkapkan dampak kenaikan suku bunga akan dirasakan oleh sejumlah dunia usaha atau korporasi ke depannya.
Baca juga: Ratu Elizabeth II Wafat, Mata Uang Inggris dan Eropa Sentuh Rekor Terendah Sepanjang Sejarah
Dia melihat ada tiga kategori perusahaan yang akan terdampak. Pertama, perusahaan-perusahaan yang memerlukan pendanaan jangka pendek, seperti konstruksi, ritel, agribisnis, dan manufaktur.
“Mereka akan mengalami kenaikan biaya input (produksi),” ujar Jean, Kamis, 8 September 2022.
Selanjutnya, kategori perusahaan yang memang memiliki leverage ratio atau rasio solvabilitas tinggi. Salah satunya, kata Jean, adalah perusahaan infrastruktur. Ketiga adalah perusahaan yang tidak mampu menyalurkan beban bunga yang tinggi ke harga konsumen.
“Sebenarnya bukan seberapa besar suku bunga naik, 100 bps, 200b bps. Ini lebih kepada apakah perusahaan bisa menaikkan tarifnya atau justru menunggu lebih lama,” ujarnya.
Baca juga: Fitch Ratings Afirmasi Peringkat Toyota Astra Financial Services
Kondisi ini akan menentukan seberapa besar beban perusahaan. S&P Global Ratings sendiri memperkirakan BI suku bunga BI akan meningkat hingga 4.75% tahun ini.
S&P harus melakukan penyesuaian dengan cepat untuk mengatasi efek inflasi. Namun, di sisi lain, BI tidak bisa terlalu agresif karena kenaikan suku bunga akan berpengaruh kepada ekonomi. Aha
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News