Media Asuransi, JAKARTA – Awal pekan ini, seorang teman lama menyampaikan kabar bahwa istrinya sedang dirawat di sebuah RS di Jakarta karena mengalami Sindrom Stevens-Johnson. Ternyata dalam tiga minggu terakhir, yang bersangkutan sedang menjalani perawatan (rawat jalan) dengan dokter ahli penyakit dalam, dan sedang mengonsumsi obat secara rutin. Disinyalir, obat tersebut yang menimbulkan alergi yang lebih dikenal dengan sebutan Sindrom Stevens-Johnson (SJS).
Dikutip dari artikel di Alodokter, SJS adalah kondisi kegawatdaruratan medis yang disebabkan oleh reaksi alergi berat terhadap obat-obatan tertentu, infeksi, atau kombinasi keduanya. Kondisi ini biasanya diawali dengan gejala mirip flu, seperti demam dan nyeri, yang kemudian disusul dengan ruam kulit dan rasa nyeri hebat.
SJS ditandai dengan munculnya ruam, lepuhan, dan pengelupasan kulit, yang dapat mengenai area mata, mulut, tubuh, hingga kelamin. Meski penyebab pastinya belum sepenuhnya dipahami, sebagian besar kasus terjadi setelah konsumsi obat-obatan tertentu.
|Baca juga: Jangan Tunggu Sampai Burnout, Berikut Jurus Ampuh Buat Tetap Waras!
Reaksi ini memerlukan penanganan segera di rumah sakit karena berisiko menimbulkan komplikasi berat, seperti pneumonia, infeksi sistemik (sepsis), hingga kematian apabila tidak ditangani dengan tepat.
Sindrom Stevens-Johnson dapat dialami oleh siapa saja. Kondisi ini sulit diketahui penyebabnya, tetapi kebanyakan dipicu oleh efek samping obat-obatan.
Meskipun sangat jarang terjadi, infeksi virus juga bisa memicu terjadinya kondisi ini pada anak-anak. Oleh karena itu, mengetahui jenis obat dan infeksi yang dapat memicu terjadinya sindrom Stevens-Johnson penting dilakukan.
|Baca juga: Dukung Gaya Hidup Sehat Masyarakat, Primaya Hospital Karawang Resmikan Wellness Center
Berikut ini adalah beberapa obat yang diketahui dapat menjadi pemicu terjadinya sindrom Stevens-Johnson:
- Obat epilepsi
- Obat antinyeri, seperti naproxen
- Obat asam urat dan batu ginjal, seperti allopurinol
- Obat antipsikotik
- Obat antibiotik, seperti sulfamethoxazole
- Obat antivirus, seperti nevirapine
- Obat antiperadangan nonsteroid (NSAID), seperti piroxicam dan diclofenac
Pada anak-anak, Sindrom Stevens-Johnson lebih banyak terjadi karena infeksi virus, seperti pneumonia, pilek, flu, dan sariawan. Selain itu, vaksinasi maupun infeksi virus, seperti herpes dan hepatitis A, juga dapat memicu terjadinya Sindrom Stevens-Johnson.
Tidak hanya obat dan infeksi, orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, menderita HIV, menderita kanker darah, hingga memiliki riwayat dan keluarga yang pernah terkena sindrom Stevens-Johnson, juga rentan menderita sindrom ini.
Gejala SJS
Jika Sindrom Stevens-Johnson dipicu oleh konsumsi obat-obatan, gejalanya akan muncul sekitar 1–3 minggu setelah penderita mengonsumsi obat.
|Baca juga: Legislator Sebut Masih Ada Rumah Sakit Nakal yang Lakukan Urun Biaya Obat kepada Pasien BPJS
Gejala awal yang timbul menyerupai gejala flu, seperti demam, batuk, dan sakit kepala. Selain itu, kulit terasa nyeri serta diikuti oleh munculnya ruam dan pengelupasan kulit.
Pada kondisi lebih lanjut, Sindrom Stevens-Jonhson juga akan menunjukkan beberapa gejala berikut ini:
– Kulit melepuh, atau bisa juga terjadi lepuhan di mata, hidung, mulut, dan kulit di area kelamin
– Nyeri yang luar biasa di kulit maupun nyeri seperti terbakar
– Pembengkakan di bibir, tenggorokan, lidah, atau wajah
– Ruam berwarna merah atau keunguan yang menyebar ke area kulit lain
– Kulit mengelupas setelah terbentuknya lepuhan
Penanganan SJS
Keberhasilan pengobatan sindrom Stevens-Johnson akan lebih tinggi jika kondisi ini dikenali dan ditangani sedini mungkin. Pasalnya, penyakit ini merupakan kegawatdaruratan medis yang memerlukan perawatan intensif di rumah sakit.
Langkah pertama yang dilakukan dokter adalah menghentikan penggunaan obat yang dicurigai menjadi pemicu. Selanjutnya, perawatan akan difokuskan untuk meredakan gejala, menjaga kestabilan tubuh, serta mempercepat proses penyembuhan luka.
|Baca juga: Biaya Tambahan yang Mahal Bikin Keluarga di Australia Takut Pakai Asuransi Rumah Sakit Swasta
Beberapa penanganan yang umumnya dilakukan meliputi:
- Terapi cairan
Pengelupasan kulit dapat menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit. Untuk mencegah dehidrasi, dokter akan memberikan cairan infus dan suplemen elektrolit sesuai kebutuhan.
- Perawatan luka
Luka lepuh biasanya dikompres dingin untuk mengurangi nyeri, lalu dibersihkan, diberi salep/topikal khusus, dan ditutup dengan balutan steril. Kulit mati akan diangkat dengan hati-hati. Petroleum jelly dapat digunakan untuk menjaga kelembapan kulit yang sedang dalam proses penyembuhan.
- Perawatan mata
Jika area mata ikut terdampak, dokter mata akan memberikan tetes mata atau salep khusus untuk menjaga kelembapan, meredakan peradangan, dan mencegah komplikasi, seperti ulkus kornea, yang dapat berujung pada kebutaan jika tidak ditangani.
Beberapa obat yang mungkin diberikan antara lain:
– Obat pereda nyeri untuk mengurangi rasa sakit.
– Tetes mata kortikosteroid (jika dibutuhkan) untuk mengurangi peradangan pada mata.
– Antibiotik, jika terjadi infeksi pada kulit.
– Imunoglobulin intravena (IVIG), untuk memperkuat sistem imun melawan reaksi hipersensitivitas.
– Obat imunosupresan, seperti ciclosporin, bahkan dalam beberapa kasus, etanercept juga digunakan, meskipun masih dalam tahap evaluasi dan belum menjadi terapi standar.
Perawatan Sindrom Stevens-Johnson disesuaikan dengan tingkat keparahan kondisi dan sering kali menyerupai penanganan pada pasien luka bakar. Kulit umumnya mulai pulih dalam 2–3 minggu, tetapi pemulihan total dapat memakan waktu lebih lama, terutama jika terjadi infeksi atau komplikasi lain.
Jika Anda mengalami gejala yang menyerupai Sindrom Stevens-Johnson, segera pergi ke instalasi gawat darurat (IGD) terdekat untuk mendapatkan penanganan medis secepatnya.
Deteksi dan penanganan dini sangat penting untuk mencegah komplikasi serius, seperti infeksi kulit, terbentuknya jaringan parut, dehidrasi, kerusakan organ, bahkan sepsis.
Editor: S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
