Media Asuransi, JAKARTA – Masih kecilnya market share industri jasa keuangan syariah, dapat bermakna ganda. Pertama, tantangan untuk mengembangkan industri ini agar dapat segera meningkatkan market share-nya secara signifikan. Kedua, adanya peluang bisnis yang masih besar di industri keuangan syariah.
Keduanya memerlukan upaya serius dan terus berkesinambungan dari semua pihak, baik pelaku industri keuangan syariah, pelaku ekonomi syariah termasuk sektor riil, regulator, dan pemerintah. Diperlukan strategi khusus untuk meningkatkan market share ini.
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan bahwa per Desember 2021, market share keuangan syariah tercatat sebesar 10,16 persen. Total aset keuangan syariah pada periode ini sebesar Rp2.050,51 triliun, sedangkan total aset keuangan nasional sebesar Rp20.177,59 triliun.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso, mengatakan bahwa strategi yang dilakukan industri keuangan syariah selama ini mampu menciptakan momentum pemulihan yang dapat mempercepat proses transformasi menuju industri keuangan syariah yang lebih efisien dan kompetitif.
“Ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia, baik perbankan syariah, pasar modal syariah maupun Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) Syariah telah menunjukkan resiliensi yang menunjang momentum pemulihan,” kata Wimboh, Selasa, 26 April 2022.
|Baca juga: OJK: Industri Keuangan Syariah Tumbuh Positif di Tahun 2021
Data menunjukkan bahwa selama tahun 2021, aset industri keuangan syariah telah mencapai Rp2.050,44 triliun atau tumbuh 13,82 persen year on year (yoy).
Pertumbuhan aset Industri Perbankan Syariah tumbuh 13,94 persen yoy di tahun 2021. Sementara aset IKNB syariah tumbuh positif sebesar 3,90 persen yoy di tahun 2021. Sedangkan Industri Pasar Modal Syariah menunjukkan perkembangan yang positif yaitu nilai kapitalisasi pasar Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) mencapai Rp3.983,65 triliun, meningkat sebesar 19,10 persen yoy di tahun 2021.
Secara terpisah, Direktur Pengaturan dan Perizinan Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Nyimas Rohmah, mengatakan bahwa potensi pengembangan keuangan syariah di Indonesia sangat besar. Ada dua sisi yang menandakan besarnya potensi tersebut, yakni sektor riil dan sektor keuangan syariah.
Untuk sektor riil ada 4 hal. Pertama, negara dengan penduduk muslim terbesar yakni 86,88 persen. Kedua, pengeluaran muslim global untuk sektor ekonomi syariah diperkirakan tumbuh sebesar 9,1 persen pada tahun 2022. Ketiga, awareness of ethical investing. Keempat, peringkat ke-4 dalam Global Islamic Economy Indicator.
Sedangkan untuk sektor keuangan syariah, ada 5 hal. Pertama, industri keuangan syariah diperkirakan akan tumbuh sebesar 10-12 persen pada tahun 2021-2022. Kedua, peringkat pertama pada Islamic Finance Country Index (IFCI) 2021. Ketiga, peringkat ke-2 pada Islamic Finance Development Indicator. Keempat, Top 10 Country pada Islamic Banking Asset & Market Share. Kelima, salah satu negara terbesar dalam market size transaksi fintech syariah.
Nyimas Rohmah memaparkan 4 strategi pengembangan sinergi ekonomi syariah ke depan. Pertama, setiap transaksi keuangan di ekosistem ekonomi syariah menggunakan layanan keuangan syariah. Kedua, operasional jasa keuangan syariah harus berinovasi untuk bisa terdepan dalam pelayanan berbasis digital.
Ketiga, jasa keuangan syariah harus mampu melayani ekosistem ekonomi syariah sehingga diperlukan dukungan induk usaha melalui konsep platform sharing. Keempat, diperlukan sinergi dan integrasi antara sektor riil, keuangan komersial, dan keuangan sosial sehingga ketiga sektor di atas dapat tumbuh secara bersama-sama, dengan meilibatkan stakeholders secara aktif.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News