1
1

OJK Fokus 3 Kunci Untuk Persiapan Normalisasi Kebijakan Pasca-Pandemi Covid-19

Media Asuransi, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai bahwa dalam masa pandemi Cocid-19 saat ini, para pembuat kebijakan di seluruh dunia mempertimbangkan apakah akan melanjutkan, mengubah atau melakukan normalisasi kebijakan keuangan Covid-19. OJK saat ini akan fokus pada 3 kunci utama dalam persiapan menuju normalisasi kebijakan atas efek pandemi Covid-19.

 “Tiga kunci utama dalam persiapan menuju normalisasi kebijakan atas efek pandemi Covid-19 yang dilakukan oleh otoritas fiskal, moneter, dan keuangan adalah: pertama, komunikasi yang memadai kepada publik untuk memperoleh pemahaman aspek vulnerability. Kedua, menjaga stabilitas sistem keuangan dan ekonomi sebagai prasyarat unwinding, serta ketiga, kemampuan kita dalam mengukur potensi contagion effect secara global,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santosa, dalam seminar internasional dengan tema ‘Unwinding Covid-19 Support Measures: Global and Regional Perspectives’, Kamis, 25 November 2021.

OJK menyelenggarakan seminar di Bali ini, dalam rangka memperoleh perspektif yang komprehensif secara global, regional maupun domestik mengenai normalisasi kebijakan pasca Covid-19. Kegiatan seminar ini merupakan rangkaian kegiatan Satu Dasawarsa OJK dan bagian persiapan Indonesia di Presidensi G20 pada tahun 2022.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara, menyampaikan bahwa dalam menghadapi Covid-19 ini, sejak awal pandemi Kementerian Keuangan sudah bersinergi dan koordinasi baik secara langsung maupun dalam konteks Komite Stabilitas Sistem Keuangan, bersama OJK, BI, dan LPS. “OJK bahkan telah lebih dahulu mengeluarkan kebijakan restrukturisasi sebelum Perpu diterbitkan. Langkah pre-emptive dan forward looking ini penting menyikapi kondisi perekonomian melalui surveillance sektor keuangan dan dunia usaha untuk merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan yang diberikan,” tambah Suahasil.

|Baca juga: PPKM Level 3 Bakal Berlaku Lagi, Ini Rangkaian Pembatasannya

Lebih jauh, Suahasil yang juga Anggota Dewan Komisioner OJK Ex-officio Kemenkeu mengatakan bahwa ketika kita sudah memiliki pemahaman yang baik, kita dapat melakukan sinergi kebijakan, dari sudut pandang pemerintah yang dimanifestasikan di dalam APBN dan respon OJK untuk sektor jasa keuangan. “Tahun depan kita akan arahkan mendorong employement creation termasuk mengoptimalkan peran intermediasi sektor jasa keuangan,” tuturnya.

Perekonomian global saat ini berada pada tahap pemulihan, sejumlah negara maju mulai melakukan pengetatan kebijakan moneter yang berujung pada normalisasi kebijakan stimulus Covid-19. Pelaksanaan normalisasi kebijakan tersebut tidak dapat diseragamkan secara global mengingat setiap negara memiliki kondisi yang berbeda dalam kemampuan menangani pandemi, serta bervariasi dalam pengelolaan perekonomian dan sektor keuangannya. Normalisasi kebijakan global berpotensi menyebabkan terjadinya limpahan lintas batas terutama dari ekonomi negara maju yang akan berdampak pada perekonomian domestik.

Dalam seminar ini, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto juga menyampaikan pandangannya dan kemudian dilanjutkan panel diskusi dengan narasumber dari Asian Development Bank (ADB), Bank Negara Malaysia (BNM), International Monetary Fund (IMF), OJK, BI, Kementerian Keuangan, dan akademisi. Sesi pertama seminar mengeksplorasi perspektif global, regional, dan country spesific terkait normalisasi kebijakan Covid-19 dan faktor yang harus diperhatikan dalam penarikan kebijakan stimulus Covid-19.

“Menurut saya, berbagai institusi di Indonesia memiliki kredibilitas yang tinggi, yang telah dibangun dari waktu ke waktu untuk berhasil menerapkan langkah-langkah yang tidak biasa diambil selama Covid guna meletakkan dasar bagi ekonomi yang lebih kuat ke depan. Hal terbaik yang harus dilakukan adalah kembali ke target defisit anggaran sebagaimana yang telah direncanakan Kementerian Keuangan untuk melakukan normalisasi kebijakan moneter secara bertahap seperti yang sudah dilakukan oleh Bank Indonesia dan bekerja sama dengan sistem keuangan guna menjaga kecukupan modal dan ketidakstabilan likuiditas seperti yang sudah dilakukan OJK,” kata IMF Senior Resident Representative for Indonesia, James P Walsh.

Dari perspektif regional, Principal Economist ADB, Arif Ramayandi, menekankan bahwa unwinding harus mempertimbangkan cross border spill-over. Kemudian, Mohamad Hani bin Sha’ari dari Bank Negara Malaysia, memandang bahwa normalisasi kebijakan moneter harus direncanakan dengan tepat, serta mempertimbangkan langkah-langkah kebijakan dukungan Covid-19 lainnya, termasuk kebijakan fiskal.

Dari pandangan akademisi, Iwan Jaya Azis dari Cornell University memaparkan tantangan dalam melaksanakan unwinding dan menekankan bahwa perlu landasan yang kuat untuk melakukan unwinding mengingat kebijakan yang telah dikeluarkan selama pandemi merupakan kebijakan luar biasa (extraordinary measures).

Sementara itu, Halim Alamsyah yang saat ini menjabat sebagai Staf Ahli Menteri Keuangan bidang Keuangan Syariah dan Keuangan, menyampaikan pandangan bahwa stimulus fiskal tetap dibutuhkan di awal ketika akan dilakukan normalisasi kebijakan. Menurutnya tidak ada solusi kebijakan yang sama bagi seluruh negara, karena sangat tergantung pada sumber daya, pertumbuhan, struktur ekonomi masing-masing negara serta respon masyarakat terhadap kebijakan yang telah dikeluarkan tersebut.

Sesi kedua dari seminar menggali langkah-langkah yang diambil Indonesia terkait Pandemi Covid-19 terhadap sektor keuangan dan bagaimana ekspektasi ke depan perekonomian Indonesia pasca normalisasi. 

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post BCA-AIA-Sampoerna Foundation Selenggarakan Webinar Celengan Guru
Next Post Permudah Pembelian Baja, Krakatau Steel (KRAS) Luncurkan Aplikasi KRASmart

Member Login

or