Direktur Utama PT Asuransi Asei Indonesia, Achmad Sudiyar Dalimunthe, menyatakan bahwa pencatatan keuangan dalam PSAK 74 memang perlu perhitungan aktuaria, sehingga peran aktuaris diperlukan. Dengan demikian, jika perusahaan asuransi tidak punya aktuaris akan kesulitan dalam mengargumentasikan validitas pencatatan tersebut. “Tentunya hal yang berbeda jika dikaitkan dengan keharusan perusahaan memiliki appointed actuary pada saat ketersediaan tenaga fellow actuary terbatas,” katanya kepada Media Asuransi.
Menurutnya, saat ini Asuransi Asei memiliki 1 aktuaris bergelar fellow yang menjadi appointed actuary. “Untuk ketentuan regulasi sudah cukup, karena setiap perusahaan asuransi diminta memiliki satu appointed actuary, selebihnya adalah staf aktuaria di Divisi Aktuaria,” jelasnya.
Dalam rangka memenuhi kebutuhan tenaga aktuaris, pria yang akrab disapa Dody ini mengungkapkan Asuransi Asei melakukan profiling kepada karyawan, khususnya di bidang aktuaria, juga ke market untuk melihat talent yang sesuai, selanjutnya direkrut untuk menjadi appointed actuary guna memenuhi ketentuan OJK.
Selain itu, pendidikan dan pelatihan yang relevan sangat penting dalam profesi ini, karena perlu memahami matematika, statistik, analisis data, dan memiliki kemampuan komunikasi yang baik. Semua proses pendidikan dan pelatihan tersebut memerlukan alokasi waktu dan biaya. “Jika kandidat dapat menyelesaikan semua tahapan tersebut dengan lancar, maka biaya yang dikeluarkan dapat terukur dan terkontrol,” tuturnya.
Perusahaan asuransi perlu melakukan mitigasi dengan mencari kandidat yang sudah memiliki dasar pengetahuan matematika, statistik, serta ilmu asuransi, sehingga proses pemantapan untuk pendidikan aktuaris akan lebih mudah. Lebih lanjut, Dody menyampaikan ada beberapa faktor yang mempengaruhi prospek profesi aktuaris di Indonesia. Pertama, pertumbuhan industri jasa keuangan dan asuransi yang terus berkembang. Kedua, keterlibatan pemerintah yang semakin sadar akan pentingnya manajemen risiko dalam sektor keuangan.
Ketiga, seiring dengan globalisasi, banyak perusahaan multinasional yang beroperasi di Indonesia membutuhkan profesional aktuaria untuk mengelola risiko secara global. Keempat, kebutuhan untuk manajemen risiko yang lebih baik bagi perusahaan dan organisasi yang semakin sadar akan kompleksitas risiko yang dihadapi.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News